Kamis, 18 Juli 2013

Mendengar Dan Melakukan

Yehezkiel 33:32
======================
"Sungguh, engkau bagi mereka seperti seorang yang melagukan syair cinta kasih dengan suara yang merdu, dan yang pandai main kecapi; mereka mendengar apa yang kau ucapkan, tetapi mereka sama sekali tidak melakukannya."

"Saya ingin setiap orang yang mendengar lagu saya terinspirasi untuk menjadi orang yang lebih baik lagi." Demikian ujar seorang penyanyi ketika ditanya tentang apa yang ia inginkan lewat album terbarunya. Ia ingin menginspirasi banyak orang, dan itu sejalan dengan pemilihan lirik yang positif. Ditengah-tengah maraknya lagu berisi pesan negatif, jalan yang dipilih penyanyi ini seperti melawan arus. Tapi itu adalah pilihan yang ia ambil dan tentu saja itulah yang baik.

Kita harus mengakui bahwa media musik bisa dipakai sebagai media yang efektif. Apakah itu untuk sesuatu yang inspiratif atau membangun, hanya bertujuan menghibur dengan menceritakan kejadian sehari-hari atau untuk sesuatu yang provokatif, menghasut atau menyampaikan pesan negatif dan hal-hal jahat lainnya untuk meracuni generasi muda. Bagaimana kita seharusnya menyikapi kandungan lagu? Tentu kita sendiri yang memutuskan apakah kita mau menyeleksi atau tidak. Seharusnya kita bisa mendapat bahan perenungan, pelajaran dari lagu-lagu yang berisi pesan yang baik dan termotivasi lewat pesan yang ada didalamnya, sebaliknya menjaga agar tidak terpengaruh racun yang dibawa lewat pesan-pesan yang buruk. Tetapi sekali lagi, semua tergantung dari kita. Lagu tetaplah lagu yang bisa saja hanya didengar karena menyukai musiknya atau menyukai suara penyanyinya tanpa mempedulikan apa yang ada di dalam lagu-lagu itu.

Jika pesan yang dikandung sebuah lagu tergantung dari kita apakah bisa mempengaruhi atau tidak, demikian pula kotbah yang anda dengar setiap minggunya di gereja. Apakah kotbah yang disampaikan itu bermakna positif dan mengubahkan anda menjadi lebih baik serta bertumbuh dalam Firman atau anda tergolong orang yang sering terkantuk-kantuk di gereja lalu menyalahkan pendetanya? Apakah anda termasuk yang mendapat pelajaran baru setiap minggunya atau langsung lupa tentang apa yang disampaikan begitu meninggalkan ruangan? Kita bisa serius mendengar lalu mencatat kemudian di rumah merenungkan kembali dan setelahnya mengaplikasikan apa yang kita dengar dalam hidup sehari-hari atau hanya menganggap angin lalu segala yang disampaikan pendeta di mimbar tanpa mempedulikannya sama sekali. Alangkah sayangnya apabila Firman yang kita dengar itu hanyalah bagaikan  "lagu merdu" yang terdengar indah tapi tanpa makna, karena tidak ada iman dan keseriusan yang menyertai kita dalam menerima Firman-Firman Tuhan tersebut. Hanya berhenti sampai mendengar atau membaca, tapi tidak menjadi pelaku Firman itu akan menjadikan semuanya sia-sia belaka, bahkan dikatakan menipu diri sendiri seperti yang disebutkan dalam Yakobus 1:22. "Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri."

Masih saja ada orang-orang yang suka mendengar kotbah tapi tidak mau melakukan. Mereka senang dan tertawa ketika kotbah terdengar lucu, menganggap mimbar hanyalah panggung hiburan dan berharap pendetanya tampil kocak bagai stand up comedian. Mereka tidak berminat menangkap esensi Firman Tuhan yang terkandung di dalam kotbah tersebut. Yehezkiel adalah seorang nabi yang pernah berhadapan dengan orang-orang bertipe seperti itu. Ia berbicara dan terus berbicara pada sekelompok orang yang hanya suka mendengar tapi tidak mau atau tidak tergerak untuk melakukan pesan yang ia sampaikan. Dan Tuhan pun berkata pada Yehezkiel: "Dan mereka datang kepadamu seperti rakyat berkerumun dan duduk di hadapanmu sebagai umat-Ku, mereka mendengar apa yang kauucapkan, tetapi mereka tidak melakukannya; mulutnya penuh dengan kata-kata cinta kasih, tetapi hati mereka mengejar keuntungan yang haram. Sungguh, engkau bagi mereka seperti seorang yang melagukan syair cinta kasih dengan suara yang merdu, dan yang pandai main kecapi; mereka mendengar apa yang kau ucapkan, tetapi mereka sama sekali tidak melakukannya." (Yehezkiel 33:31-32). Jangan salah, kelompok orang-orang Israel dengan tipe seperti ini sangat suka mendengar pesan Tuhan. Mereka duduk berkerumun seperti kita yang tengah mengikuti ibadah hari Minggu di gereja. Mereka familiar dengan suara Tuhan, bahkan mereka bisa mengatakan kata-kata berisikan cinta kasih, tetapi sesungguhnya semua itu hanya berhenti di telinga dan paling jauh di bibir saja. Mereka terus berbuat dosa, mereka tetap tidak menuruti atau melakukan Firman yang mereka dengar lewat Yehezkiel.

Jangan lupa, Firman Tuhan sudah mengingatkan kita bahwa iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong (Yakobus 2:20), bahkan berarti mati. (ay 26). Adalah baik untuk rajin membaca firman Tuhan, rajin mendengar kotbah baik dalam ibadah Minggu atau lewat rekaman-rekaman, tapi akan sangat jauh lebih baik lagi kalau kita mau mengaplikasikannya secara nyata dalam hidup.

Menjadi pelaku firman akan membuat iman kita hidup dan mengalami Tuhan dalam setiap langkah kita dan berarti membangun sebuah fondasi kehidupan yang kokoh. Yesus berkata: "Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya." (Matius 7:24-27). Perhatikanlah bahwa Yesus tidak berhenti pada perkataan "mendengar", tapi melanjutkan kalimat dengan "melakukannya". Itulah yang akan membuat kita kokoh, kuat, tegar dan mampu bertahan menghadapi problem apapun yang bisa saja menghadang di depan sana.

Mari kita periksa seperti apa sikap kita hari ini. Apakah kita tahu mengenai peringatan Tuhan agar kita jangan takut tetapi masih saja hidup dicekam kekhawatiran, apakah kita masih saja ragu menghadapi masa depan meski kita sudah tahu bahwa Tuhan siap menyertai setiap langkah kita, apakah kita masih sulit membantu sesama meski sudah sering mendengar bahwa orang percaya seharusnya memberkati dan berdampak bagi orang lain, apakah kita masih suka berburuk sangka dan pesimis walaupun tahu bahwa Firman Tuhan sangat menentang sikap seperti itu dan lain-lain. Jika kita masih bersikap seperti ini, artinya kita masih menganggap Firman Tuhan hanyalah bagaikan musik merdu tanpa makna dan harus segera mengubah sikap. Jangan biarkan Firman Tuhan berlalu hanya bagai lagu yang merdu tanpa makna, tetapi biarlah itu semua bergema dalam kehidupan nyata kita sehari-hari.

Jangan berhenti hanya sebagai pendengar tapi terapkanlah Firman Tuhan dalam segala aspek kehidupan

Buta Rohani

Mazmur 119:130
=======================
"Bila tersingkap, firman-firman-Mu memberi terang, memberi pengertian kepada orang-orang bodoh."

Punya sepasang mata yang berfungsi baik tidak serta merta membuat kita bisa melihat segalanya dengan baik. Ketidak-awasan karena meleng bahkan bisa berakibat fatal. Belum lama saya membaca berita mengenai supir sebuah bus meleng saat menyalakan rokok mengakibatkan busnya jatuh masuk jurang. Berapa lama sih waktu yang dibutuhkan untuk menyalakan rokok? Namun meleng beberapa detik itu ternyata bisa sangat membahayakan. Dalam banyak hal kita pun bisa meleng meski mempunyai sepasang mata yang sempurna. Terpeleset karena tidak melihat lantai yang licin, tersandung batu, bertubrukan dengan orang lain merupakan contoh-contoh lainnya yang mungkin tidak separah supir bus di atas. Saya pernah pula melihat orang yang sibuk melihat wanita berjalan di sisi jalan ketika sedang mengendarai motornya lalu menubruk mobil yang berhenti tepat didepannya. Bukan mata yang salah, tetapi ketika kita tidak mempergunakan mata dengan baik untuk melihat, itu bisa membawa masalah. Dalam hidup sehari-hari seperti itu, dalam kerohanian ketidakmampuan untuk melihat dengan baik pun bisa pula mendatangkan masalah.

Sebuah contoh menarik bisa kita lihat lewat reaksi dari murid-murid Yesus dan orang-orang Farisi terhadap seorang pengemis buta yang menunjukkan kebutaan rohani mereka meski mata jasmaninya berfungsi baik seperti yang tertulis dalam Yohanes 9. Perhatikan reaksi para murid ketika melihat seorang buta yang bahkan tanpa perasaan bersalah mereka utarakan kepada Yesus. "Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?" (Yohanes 9:2). Demikian pertanyaan yang dilemparkan para murid kepada Yesus. Belum kenal, belum tahu orangnya, belum apa-apa mereka sudah langsung menuduh bahwa kebutaan itu akibat dosa. Sementara orang Farisi lebih parah lagi. Mereka lebih mementingkan tata cara dan adat ketimbang membantu orang lain dan mengasihi. Bukan hanya sampai disitu saja, mereka bahkan berani-beraninya menuduh Yesus berdosa hanya karena Yesus menyembuhkan si pengemis buta itu di hari Sabat. (ay 16). Tanpa sadar, mereka menunjukkan bahwa sesungguhnya merekalah yang buta, yaitu buta rohani.

Yesus banyak menyembuhkan banyak kebutaan jasmani ketika Dia turun ke dunia ini. Tapi perhatikanlah bahwa kepedulian terbesar Yesus di muka bumi ini justru kebutaan rohani. Betapa ironisnya ketika kita sudah dianugerahkan segala yang sempurna oleh Tuhan, tapi kita tetap saja buta secara rohani. Ada begitu banyak pemuka agama alias orang-orang Farisi yang menyelidiki kesembuhan si pengemis buta itu ternyata tetap tidak mau percaya terhadap Yesus. Mereka malah menuduhNya berdosa. Bacalah Yohanes 9:13-34 untuk lebih jelasnya. Karena itulah Yesus kemudian berkata: "Yesus pun kemudian mengatakan kepada mereka "Aku datang ke dalam dunia untuk menghakimi, supaya barangsiapa yang tidak melihat, dapat melihat, dan supaya barangsiapa yang dapat melihat, menjadi buta." (ay 39). Lucunya lagi, orang-orang Farisi tidak juga sadar bahwa mereka buta secara rohani. Mereka merasa mata rohani mereka paling tajam dan paling awas, sehingga mereka masih bisa menantang Yesus setelah mendengar kata-kata Yesus tersebut. (ay 40). Dan kembali Yesus menegaskan: "Sekiranya kamu buta, kamu tidak berdosa, tetapi karena kamu berkata: Kami melihat, maka tetaplah dosamu." (ay 41).

Di kemudian hari Paulus kembali menyinggung perihal kebutaan rohani ini. "Jika Injil yang kami beritakan masih tertutup juga, maka ia tertutup untuk mereka, yang akan binasa, yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini, sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran Allah." (2 Korintus 4:3-4). `Ini menunjukkan bahwa sebuah kebutaan rohani bisa menimpa siapa saja, dan akibatnya bisa sangat fatal. Seperti halnya mata jasmani kita yang walau berfungsi tapi tidak serta merta membuat kita mampu melihat segalanya, mata rohani pun bisa tetap buta meski suara hati Tuhan sudah tertulis dengan jelas di dalam Alkitab. Tuhan ingin mencelikan mata rohani semua manusia agar bisa melihat kebenaran, namun tidak semua orang mau menerima itu. Sebagian orang bertindak seperti orang Farisi yang merasa paling alim, paling benar, paling melihat namun sesungguhnya buta, sebagian lagi seperti murid-murid Yesus yang merasa diri sudah aman sehingga menganggap mereka berhak menuduh atau menghakimi orang dengan begitu mudahnya. Ada banyak yang tetap menolak kebenaran Firman meski Tuhan sudah berulang kali mengetuk pintu hati mereka.

Jika kita mundur ke belakang, kita bisa pula menemukan Pemazmur mengatakan: "Bila tersingkap, firman-firman-Mu memberi terang, memberi pengertian kepada orang-orang bodoh." (Mazmur 119:130). Firman hanya bisa memberi terang dan pengertian kepada orang apabila firman itu tersingkap. Jika tidak, maka kita tidak akan bisa menangkap maknanya dan akan seterusnya buta secara rohani, meski firman itu sudah kita baca dengan mata kepala sendiri atau malah sudah kita kenal betul bunyinya. Itu bisa bahkan sering terjadi di kalangan orang percaya sekalipun. Paulus juga mengatakan: "Tetapi pikiran mereka telah menjadi tumpul, sebab sampai pada hari ini selubung itu masih tetap menyelubungi mereka, jika mereka membaca perjanjian lama itu tanpa disingkapkan, karena hanya Kristus saja yang dapat menyingkapkannya. Bahkan sampai pada hari ini, setiap kali mereka membaca kitab Musa, ada selubung yang menutupi hati mereka. Tetapi apabila hati seorang berbalik kepada Tuhan, maka selubung itu diambil dari padanya. Sebab Tuhan adalah Roh; dan di mana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan." (2 Korintus 3:14-17).

 Roh Kudus siap menyingkapkan segala rahasia atau kunci Kerajaan Allah dan memberi kemerdekaan kepada kita, mencelikan mata rohani kita yang tadinya buta untuk kemudian dapat melihat. Namun semuanya tergantung kita, apakah kita mau menerima anugerah itu atau menolaknya, apakah kita mau mempergunakan kemampuan mata rohani kita dengan baik atau mau terus meleng dari semua itu. Kedatangan Kristus turun ke dunia membawa kerinduan Tuhan untuk memberi kesembuhan atas kebutaan rohani. Jangan sia-siakan kesempatan yang sudah dibuka Tuhan itu bagi kita.Milikilah mata rohani yang berfungsi dengan benar.

Firman Tuhan memberi terang dan pengertian dan mencelikan kebutaan rohani

Senin, 01 Juli 2013

JESUS is my BOSS

Bacaan: Yohanes 15:1-8

Akulah pokok anggur yang benar dan BapaKulah pengusahanya.- Yohanes 15:1




Jesus is my Boss. Judul yang asyik sekaligus menarik. Mengingatkan kepada kita, bahwa di dalam Alkitab, Tuhan beberapa kali digambarkan sebagai seorang pengusaha atau pemilik, dengan kata lain, Tuhan juga adalah sosok Bos yang sempurna. Dari hal ini kita bisa belajar meneladani bagaimana cara kita bertindak dalam dunia kerja seperti yang Bos kita di surga melakukannya.
Bos kita rajin bekerja. Bos kita tidak hanya duduk santai di singgasanaNya saja, sebaliknya sampai detik ini Ia terus bekerja. Mengatur jagat raya, menjaga kelangsungan alam dan selalu menyatakan pemeliharaan serta pertolonganNya bagi kita. Jika Bos kita di surga bekerja, sudah seharusnya kita juga bekerja. Bekerja, tanpa harus kecanduan kerja. Tahu waktu untuk istirahat, karena Bos kita juga beristirahat setelah enam hari menciptakan alam ini. Itu juga berarti bahwa Bos kita pakarnya me-manage waktu, kitapun harusnya bisa mengatur dan memprioritaskan waktu dengan baik.
Bos kita memiliki sikap positif yang sempurna. Ia tidak pernah menyerah. Lihat saja perumpamaan tentang seorang gembala yang kehilangan satu dombanya atau seperti seorang perempuan yang kehilangan satu keping uang yang dimilikinya. Tak akan menyerah sebelum yang hilang ditemukan! Bukankah dalam bekerja sudah seharusnya kita ulet, optimis, tak kenal menyerah, dan memiliki semangat kuat?
Bos kita sangat bijak dan sangat adil dalam setiap keputusanNya. Bos kita tidak pernah bekerja sendiri, Ia selalu bermitra dengan kita menjadi satu tim. Bos kita tidak pernah sewenang-wenang, bahkan pekerja yang masuk jam 5 sore pun diberi upah sehari kerja. Bos kita tidak menggelapkan pajak, Yesus sudah memberi contoh yang jelas soal itu. Bos kita tidak pernah berbuat curang. Ia jujur, bahkan untuk dosa sekecil apapun, Ia tidak pernah kompromi.
Kita ingin sukses? Mari teladani Bos kita. Jadilah pebisnis atau pemimpin yang bijak dan adil. Bangunlah sebuah tim yang kuat untuk mencapai kesuksesan bersama. Jangan bertindak sewenang-wenang dengan bawahan kita, hormati mereka, sebab tanpa mereka kita tidak akan bisa sukses. Bekerjalah dengan jujur, tidak curang dan mengedepankan integritas!
Teladanilah Bos kita di surga dalam dunia kerja.

Rendah Hati



Bacaan: Lukas 7:36-50

Lalu membasahi kakiNya itu dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya ...- Lukas 7:38



Jika seseorang menjadi semakin terkenal, biasanya dia akan berubah. Dulunya bergaul dengan semua orang, tapi sekarang ia akan memilih-milih pergaulan, tentu saja dia akan memilih pergaulan yang levelnya sama dengan dirinya. Itu sebabnya banyak orang terkenal jadi sombong, tepat peribahasa yang berkata, kacang lupa kulitnya.
Namun sikap beda ditunjukan oleh Tuhan Yesus. Pada masaNya, Tuhan Yesus boleh dibilang tokoh yang sangat fenomenal dan jadi selebritis pada saat itu. Yesus jadi sorotan publik. Ribuan orang mengikut Yesus kemanapun Ia pergi. Saat Yesus hendak masuk ke sebuah kota, berita tentang kedatanganNya sudah lebih dulu tersebar di seluruh kota itu sehingga banyak orang ingin segera berjumpa denganNya. Sedikit joke, seandainya jaman dulu sudah ada tustel tentu banyak orang ingin minta foto dengan Tuhan Yesus, atau sekedar minta tanda tanganNya.
Meski Yesus menjadi pusat perhatian di seluruh Yudea pada waktu itu, sikapNya tak berubah. Ia menaruh perhatian pada nelayan-nelayan sederhana dan menjadikan mereka murid-muridNya. Ia bercakap-cakap dengan perempuan Samaria (Samaria adalah musuh Yahudi) yang gonta-ganti suami dan dicap sebagai perempuan nakal. Ia makan dengan pemungut cukai macam Zakheus. Bahkan Ia membiarkan kakiNya diurapi oleh perempuan pelacur! Yesus tidak malu bergaul dengan mereka. Ia juga tidak merasa gengsi, dan seolah tidak ambil pusing dengan apa yang dikatakan publik mengenai diriNya. Inilah teladan kerendahan hati yang sangat luar biasa!
Jujur saja, kita seringkali membeda-bedakan orang dalam pergaulan. Merendahkan orang-orang yang dibawah kita, dan menjilat orang-orang yang di atas kita. Tak heran kalau di gereja juga ada semacam kasta. Kelompok orang berduit bersosialisasi dengan kelompok berduit. Kelas menengah bergaul dengan kelas menengah. Dan yang tak punya kelas akan diabaikan begitu saja. Yesus sudah memberikan teladan kerendahan hati yang luar biasa bagi kita. Kiranya itu cukup untuk mengubah cara kita melihat seseorang. Tidak lagi membeda-bedakan orang namun menghargai semua orang karena mereka yang paling sederhana sekalipun ternyata punya nilai. Jika saja kita masih tetap membeda-bedakan orang menurut status sosialnya, maafkan kalau saya berkata, “Selamat, Anda lebih hebat dari Yesus!”

Ketika Anda berjumpa dengan orang-orang yang status sosialnya jauh berada di bawah Anda, perlakukan seolah-olah mereka orang yang sangat penting bagi Anda.

Biarlah ROH mu menyala-nyala

Pemain



Bacaan: Roma 12:9-12

Biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.- Roma 12:11



Sejujurnya kita lebih suka jadi penonton daripada jadi pemain. Untuk jadi pemain kita harus bersusah payah dan pengorbanan kita besar, sementara untuk jadi penonton kita tak perlu repot-repot. Jadi pemain harus siap dikritik, dicela atau bahkan diejek habis-habisan, sementara jika jadi penonton kita malah bisa mengkritik, mencela dan mengejek. Pemain selalu di pihak yang salah dan penonton selalu berada di pihak yang benar. Itu sebabnya orang lebih suka jadi penonton daripada pemain. Tak perlu susah-susah, cukup dengan tepuk tangan kalau baik, suit-suit kalau menarik, mengumpat kalau yang dilihat tidak seru dan teriak huuu..huuu kalau ada pemain yang melakukan kesalahan.
Hal yang sama juga terjadi di gereja. Menurut sebuah survey, jemaat Tuhan yang terlibat dalam pelayanan ternyata tak lebih dari 20%. Lalu bagaimana dengan yang 80%? Mereka hanya duduk manis dan jadi penonton saja. Masih mendingan jika ia berlaku sebagai penonton yang baik, dalam artian selalu memberi semangat dan support yang membangun meski tak terlibat secara langsung. Tapi ternyata lebih banyak jemaat yang memilih duduk dengan telunjuk siap teracung dan mulut siap meluncurkan kritik yang pedas. Mengkritik semua hal yang bisa dikritik. Mengkritik worship leader yang tak bisa membawa jemaat antusias dalam memuji Tuhan. Mengkritik pemain musik yang tak kompak. Mengkritik khotbah yang membuat ngantuk. Mengkritik kursi yang reyot, udara yang pengap, tempat parkir yang tak luas, bahkan hal-hal sekecil apapun tak luput dari kritikannya. Harap dimaklumi, itulah penonton!
Padahal seharusnya kita tahu bahwa kita semua dipanggil untuk jadi pemain dan bukan penonton. Panggilan untuk melayani bukan hanya ditujukan kepada kelompok-kelompok tertentu saja, melainkan kepada setiap orang percaya. Jangan pernah katakan bahwa kita tak punya talenta atau karunia. Memang talenta yang Tuhan berikan satu sama lain berbeda, ada yang diberikan banyak, tapi ada juga yang dipercayakan sedikit. Tapi yang jelas setiap orang dipercayakan sejumlah talenta. Jadi tak ada lagi dalih yang membenarkan kita hanya duduk manis dan menjadi pengamat saja di gereja. Setelah kita merasakan jadi pemain, maka sifat kita sebagai seorang penonton yang penuh kritik akan berhenti dengan sendirinya. Karena kita tahu bahwa menjadi pemain ternyata jauh lebih sulit daripada jadi penonton!

Menjadi Penjala Manusia

Disadur dari Renungan Harian Air Hidup

Baca:  Lukas 5:1-11

"Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia."  Lukas 5:10b

Pertimbangan Tuhan Yesus memilih murid-muridNya ternyata bukanlah sembarangan.  Salah satunya adalah saat Tuhan memilih Petrus.  Tuhan Yesus memilih Petrus bukan karena ia tampan, cerdas dan punya kedudukan, melainkan karena ia memiliki karakter hidup yang luar biasa.  Meski hanya berprofesi sebagai seorang nelayan atau penjala ikan, di dalam diri Petrus tersimpan potensi yang besar.

     Apa saja kualitas yang ada di dalam diri Petrus, sehingga Tuhan memilih dan memanggilnya untuk menjadi alat kemuliaanNya?  Pertama, Petrus adalah orang yang taat.  Telah sepanjang malam mengarungi danau Genesaret Petrus tidak mendapatkan ikan sama sekali.  Namun ketika Tuhan Yesus menyuruhnya untuk menolakkan perahunya sedikit jauh dari pantai,  "Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan."  (ayat 4), Petrus taat melakukan apa yang diperintahkan Tuhan Yesus kepadanya, padahal ia punya alasan yang kuat untuk menolak perintah Tuhan itu sebab ia adalah seorang nelayan yang sudah sarat pengalaman.  Tapi simak respons Petrus ini:  "...karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga."  (ayat 5).  Pada saat Petrus taat, dia menangkap begitu banyak ikan sehingga jalanya terkoyak.

     Kedua, Petrus adalah orang yang rendah hati.  Darimana kita tahu bahwa Petrus punya kerendahan hati?  Ayat 8 menyatakan:  "...iapun tersungkur di depan Yesus dan berkata: 'Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa.'"  Pengakuan yang jujur dari Petrus yang mengatakan bahwa dirinya seorang berdosa menyiratkan bahwa ia orang yang rendah hati;  ia menyadari siapa dirinya, orang yang tidak layak di hadapan Tuhan.  Tidak mudah bagi seseorang untuk tersungkur di bawah kaki orang lain kecuali dia punya kerendahan hati.  Petrus merendahkan dirinya di hadapan Yesus karena ia tahu siapa yang ada di hadapannya.  Itulah sebabnya ia yang tadinya memanggil Yesus dengan sebutan 'Guru' kini memanggilNya 'Tuhan'.  Satu bentuk pengagungan dan penghormatan yang ia tujukan kepada Yesus.  Selain itu, kata 'tersungkur di depan Yesus' menunjukkan bahwa petrus sedang menyembah dan memuji Tuhan!

Punya ketaatan, kerendahan hati dan senantiasa mengagungkan Tuhan adalah sikap yang diperlukan bagi seorang penjala manusia, dan itu ada pada Petrus!