Selasa, 28 Mei 2013

Kasih

1 Kor 13: 4-7
=====================

Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu."

Seperti apa kita menggambarkan kasih? Saya pernah mempertanyakan hal ini kepada beberapa teman. Jawabannya beragam.. ada yg bilang, curahan perasaan terhadap seseorang kepada orang lain, bentuk kepedulian, perhatian tak terbatas, dan sebagainya. Ada juga yang mengatakan adalah mencintai dengan sepenuh hati. Artinya dalam kasih itu termuat berbagai elemen dimana kita siap memberikan perhatian,sayang, peduli dan hal2 positif lainnya, tanpa menanti imbalan. Saya rasa semua orang akan sepakat dengan hal ini. Bagaimana menurut alkitab?

Sebelum kita sampai pada defenisi kasih menurut alkitab, ada satu pertanyaan menggelitik yang pernah dilontarkan oleh seseorang. Apakah kasih itu sama dengan kasihan? kalau beda, dimana bedanya? Buat saya, kata kasihan itu berbeda dgn kasih. Kasihan biasanya timbul ketika kita melihat atau merasakan penderitaan orang yang lebih menderita dari kita. Artinya , ada perbedaan tingkatan dari si perasa kasihan, dengan yang dikasihani. Berati kasih adalah kondisional, dan muncul dari penilaian pribadi seseorang, menuju orang tertentu yang menurutnya pantas dikasihani. Satu contoh kecil, jika kita melihat seorang pengemis tertatih2, muncul perasaan kasihan terhadap dia, karena kita tidak tega melihatnya berpanas2 mencari kepingan untuk menyambung hidup.Sebaliknya pada saat yang sama, kita tidak merasa kasihan melihat orang yang mengendarai mobil disamping kita. Kasih, ini berbicara tentang unconditional situation. Orang yang hidup dengan kasih, akan mengasihi sesamanya, seperti dia mengasihi Tuhan, tanpa memandang status, kedudukan, posisi, atau siapapun orang itu.

Teman, salah satu sifat Allah kita yang paling mendasar adalah kasih (agape). Ada banyak ayat yang menjelaskan hal ini, misalnya 1 Yoh 4:8-16. Kasih Allah setia, tak berkesudahan, dan tanpa batas.Bayangkan, betapapun besar dosa kita, bila kita mengakui semuanya dan datang kepadanya untuk memohon ampun, Dia tetap membuka tanganNya menerima kita. Sebuah kasih sempurna, kasih surgawi yang tak pernah berhenti mengalir. Dan begitu juga kita, anak2Nya, harus bertindak seperti itu juga kepada sesama kita. 1 Yohanes 4:8 berkata:"Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih".

Seperti apa gambaran kasih menurut alkitab? Kita melihat dari ayat bacaan hari ini ada beberapa faktor penting dalam kasih yang dijabarkan dengan sangat jelas. Sebuah kasih tidak seharusnya berhenti. Sama seperti kasih Tuhan dalam hidup kita, begitu pula kita harus mengalirkan kasih kepada siapapun tanpa pamrih. Saya berdoa untuk anda semua, agar kasih Allah senantiasa mengalir dalam hidup anda.


Tuhan siap mengasihi anda sampai selamanya, siapkah anda mengasihi sesama?

Berhenti Mengeluh

Yoh 3:16
==================
"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal"
Coba hitung berapa kali kita komplain, menggerutu atau merasa kurang puas dalam hidup kita, dalam sehari. Atau coba dengar disekeliling kita, ada berapa banyak yg anda dengar dalam sehari dari orang2 lain. Betapa dalam hidup ini kita seringkali lebih merasakan kesesakan dan kepahitan, daripada bersyukur pada apa yang kita punya.

Manusia juga cenderung punya rasa ego. Kecenderungan untuk lebih fokus dan peduli hanya pada diri sendiri, ketimbang memperhatikan atau menghargai orang lain. Misalnya, banyak yg lebih peduli dan merengek2 karena kehilangan seribu rupiah, sementara tetangganya tidak bisa makan karena tidak punya uang sama sekali. Kita terlalu sering terlalu mengasihani diri sendiri, tidak pernah merasa puas dan selalu mengeluh.

Allah kita adalah Allah yang penuh kasih. Saking besarnya kasihnya, Yesus pun turun ke dunia untuk menebus semua dosa2 kita. Bayangkan penderitaan dan siksaan yang harus dipikul Yesus, plus tuduhan2 dan hinaan2 yang dialamatkan kepadaNya, padahal Dia hadir untuk menyelamatkan semua manusia. Tapi Yesus tidak mengeluh dan tetap menggenapi rencana Bapa. Padahal siksaan2 diluar batas kewajaran dan daya tahan itu menerpa Yesus tanpa belas kasihan. Dilain pihak, ada berapa banyak martir, bahkan rasul Paulus pun, harus mengorbankan nyawa dengan cara yang kejam. Coba tanya pada diri kita sendiri, berapa persen penderitaan hidup kita, dibanding Yesus dan martir2 dalam perjalanan sejarah kekristenan? Seharusnya kita jangan mengeluh. Allah begitu mengasihi dunia, dan anak2Nya yang tinggal didalamnya. Seharusnya kita tetap bersyukur atas apa yang Dia berikan dalam hidup kita. Seharusnya kita bisa melihat hal2 indah dan ajaib, dan tidak hanya terpaku pada kesusahan yang kita alami. Dan percayalah, kalau Tuhan rela mengaruniakan AnakNya yang tunggal, Dia pasti peduli pada setiap permasalahan kita. Serahkan semuanya dalam tanganNya, syukuri apa yang ada, dan berhentilah mengeluh. Tuhan kita adalah Bapa yang peduli, dan pada saatnya, kita yang tetap hidup dalam Kristus akan tetap tampil sebagai pemenang, bahkan lebih dari pemenang.

Tuhan mengasihi kita semua. Jangan pernah ragu dan tetaplah berpegang kokoh padaNya.

Atasan Dan Bawahan

Kol 4:1
==============
"Hai tuan-tuan, berlakulah adil dan jujur terhadap hambamu; ingatlah, kamu juga mempunyai tuan di sorga"

Kisah penyiksaan TKI, pemukulan, perkosaan dan lain2, itu sudah terlalu sering kita dengar. Seorang penting yang melakukan korupsi milyaran, itu akan sangat rumit penyelesaiannya, bahkan sering berujung pada ketidakpastian, ketimbang seorang rakyat jelata maling ayam. Itu pun soal biasa. Lihatlah, begitu mudahnya sebuah penghakiman ketika menyentuh orang yang letaknya dibawah otoritas seseorang/sekelompok ataupun sebuah lembaga, dan begitu sulitnya jika itu harus menyentuh sesuatu yang berada diatasnya. Ada beberapa keluarga yang melarang pembantunya untuk duduk semeja dengan mereka, harus memakai piring/gelas bahkan sabun cuci piring yang berbeda, menu yang berbeda dan sebagainya.

Orang yang telah mencapai sukses dan memiliki banyak bawahan seringkali lupa bahwa mereka juga bukanlah sebuah kekuatan absolut superior tanpa batas. Diatas langit masih ada langit, dan diatas segalanya ada Tuhan. Setinggi apapun status atau jabatan seseorang di dunia ini, itu tidak akan melebihi Tuhan. Bayangkan, jika Tuhan berlaku sama seperti itu kepada kita. Pertolongan hanyalah pertolongan kelas tiga, mendengarkan doa kita acuh tak acuh, membedakan atau mengelompokkan manusia dalam kelas2 yang berbeda dan menjatah berkat dan anugrahnya. Betapa menyedihkan apabila Tuhan berlaku seperti itu.

Teman, jika anda merasakan kasih Bapa begitu indah dalam hidup anda, sebagai anak yang se rupa denganNya, tentu anda pun harus berlaku seperti itu kepada saudara2 yang berada dibawah otoritas anda. Sebuah keadilan dan kejujuran pada bawahan tidak pernah merusak reputasi anda, mengurangi kewibawaan anda, justru anda akan lebih dihargai dan dihormati karena anda menunjukkan terang Tuhan dalam posisi anda sebagai atasan. Sebagaimana kita ingin Tuhan berkarya dalam hidup anda, seperti itu pula kita seharusnya bertindak pada para bawahan. Dalam hirarki pekerjaan dan struktur organisasi mereka boleh saja ada dibawah anda, tapi di mata Tuhan mereka sama. Tuhan rindu memakai anak2Nya dari dunia manapun, dalam berbagai profesi, termasuk para pebisnis, usahawan dan para pemimpin. Biarlah anda menjadi saksi Yesus, menjadi terang dan garam dalam lingkungan anda.


Kasihi mereka yang berada dibawah otoritas anda, seperti Tuhan selalu mengasihi dan setia pada kita hamba2Nya.

Senin, 27 Mei 2013

Tidak Ada Alasan Untuk Tidak Bahagia

Tidak Ada Alasan Untuk Tidak Bahagia
Pagi ini aku sangat bersuka cita. Sejak aku membuka mata yang aku lakukan adalah tersenyum sambil mengatakan “Selamat Pagi Tuhan Yesus-ku”. Orang-orang terdekat pun merasa heran dan bertanya, “Kelihatannya kau ceria sekali hari ini.”
Tidak ada alasan untuk tidak ceria. Tidak ada alasan untukku tidak bersuka cita di setiap harinya. Tidak ada hal yang bisa menekanku. Tidak ada hal yang membuatku bersedih hati. Apa pun masalah yang terjadi, semua aku lalui bersama Yesus.
Tuhan mengatakan, “Jangan takut dan jangan kuatir” maka aku pun tak akan takut dan kuatir. Saat kita menjadi takut dan kuatir, maka itu akan membebani hati dan pikiran kita sendiri. Kita tidak ada bersedih jika kita tidak mengizinkan kesedihan itu masuk dalam hidup kita.
Saat kita menghitung berkat dan kasih Tuhan dalam kehidupan kita, maka tidak akan pernah ada celah dan waktu untuk kita memikirkan hal-hal buruk dalam kehidupan kita. Semua adalah berkat dan anugerah bila kita melaluinya dengan penuh ucapan syukur.
Mari kita bersukacitalah pada hari ini karena Tuhan akan mencurahkan berkat-berkat yang baru pada hari ini. Bersukacitalah karena akan ada perkara-perkara besar yang akan kita menangkan bersama Yesus.
Tetapi semua orang yang berlindung pada-Mu akan bersukacita, mereka akan bersorak-sorai selama-lamanya, karena Engkau menaungi mereka; dan karena Engkau akan bersukaria orang-orang yang mengasihi nama-Mu.
Mazmur 5:12

Pasangan Yang Setia

Pasangan yang Setia

Setiap muda-mudi pasti akan berlomba-lomba untuk mencari pasangan yang setia. Mereka tentunya tidak ingin mendapatkan pasangan yang tidak setia karena tidak ingin merasakan sakit hati. Perasaan itu memang sangat sensitif, sedikit terluka maka akan mengalami rasa sakit yang sangat lama dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk memulihkannya.
Pasangan yang setia bisa juga diartikan bahwa dia adalah seorang pemaaf bila pasangannya telah menyakiti hatinya. Apa pun yang terjadi dengan pasangannya, ia akan tetap setia dan tidak pernah meninggalkannya.
Susah ataupun senang akan tetap dilalui bersama dan saling melengkapi satu sama lain. Kita bisa melihat pasangan yang setia itu di dalam diri kedua orang tua kita, bagaimana mereka selama bertahun-tahun bisa hidup dalam kesetiaan. Kalau bukan karena cinta dan sayang, maka kata “setia” itu tidak akan pernah tercipta. Setia juga merupakan salah satu bukti kasih kita kepada pasangan kita.
Tuhan Yesus selalu setia kepada kita. Apapun kesalahan yang pernah kita perbuat, Tuhan tidak pernah membenci dan meninggalkan kita. Tidak ada alasan bagi Tuhan untuk meninggalkan anak-anak yang paling dikasihi-Nya. Saat kita terluka, hanya Yesuslah tempat kita mengadu. Saat kita terluka, hanya Yesuslah yang mampu menyembuhkan. Dan saat kita terjatuh, hanya Yesuslah yang sanggup mengangkat dan memberi kemenangan.
Ya TUHAN, kasih-Mu sampai ke langit, setia-Mu sampai ke awan. (Mazmur 36:6) Betapa berharganya kasih setia-Mu, ya Allah! Anak-anak manusia berlindung dalam naungan sayap-Mu. (Mazmur 36:8)

Minta Maaf

Matius 5:23-24
=====================
"Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu."

Dalam banyak hal bukan saja memaafkan yang sulit, tapi mengakui kesalahan dan meminta maaf ketika kita bersalah pun seringkali sama sulitnya. Apakah itu dalam hubungan antara orang tua dengan anak, sesama saudara, atasan dan bawahan, antar pasangan suami istri, antar teman dan lain-lain, ada banyak orang yang sulit untuk tetap dengan kerendahan hati meminta maaf jika melakukan kesalahan karena takut wibawanya hilang, malu, gengsi atau alasan-alasan lainnya. Padahal seringkali rasa bersalah itu terasa begitu menyiksa. Kita terus tertuduh, hidup tidak nyaman, tapi demi alasan-alasan tadi kita ternyata lebih suka hidup dengan berbagai perasaan yang tidak nyaman itu ketimbang segera minta maaf dan memperbaiki hubungan dengan orang yang telah kita sakiti. Sehebat-hebatnya kita melawan perasaan bersalah itu, hati kecil kita akan selalu menegur kita yang jika kita abaikan akan membuat kita menjadi gelisah. Belum lagi iblis akan dengan senang hati memanfaatkan itu sebagai celah untuk menyiksa kita. Jika dengan membereskan masalah dan berdamai dengan orang akan membuat hidup kembali damai, jika mengakui kesalahan dengan jujur bisa membuat hubungan yang terluka kembali pulih, mengapa kita harus malu dan gengsi untuk mengambil langkah itu? Bahkan Tuhan pun tidak pernah menganjurkan kita menjadi pribadi-pribadi yang tinggi hati, angkuh dan keras hati. Justru kita diminta untuk menjadi orang-orang yang penuh kasih, memiliki hati yang lembut, jujur dan berani mengakui kesalahan secara jantan.

Sulit mengakui kesalahan dan berat untuk meminta maaf bukan saja membuat hubungan kita dengan orang lain terluka dan membuat hidup kita tidak nyaman, tapi itu juga bisa menjadi penghalang bagi kita untuk dapat berhubungan dengan Tuhan. Lihatlah apa kata Yesus berikut ini. "Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu." (Matius 5:23-24). Lihatlah betapa pentingnya untuk berdamai di mata Tuhan, sehingga kita diminta untuk membereskan terlebih dahulu masalah yang mengganjal dan belum selesai itu sebelum kita datang membawa persembahan di hadapan Tuhan. Siapa yang bersalah terlebih dahulu ternyata bukanlah hal yang penting. Apa yang penting adalah kita membereskan dulu masalah dengan siapapun yang masih mengganjal dalam hati kita sebelum kita datang membawa persembahan dan ucapan syukur kita ke hadapan Tuhan. Dalam ayat berikutnya pun kita dianjurkan untuk langsung menemui mereka yang punya masalah dengan kita dan dengan segera menyelesaikannya. God actually wants it to be done eagerly, quickly and personally.

Keinginan dan kerelaan atau kerendahan hati untuk berdamai sesungguhnya merupakan hikmat yang langsung berasal dari atas. Yakobus mengingatkan itu: "Tetapi hikmat yang dari atas adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik." (Yakobus 3:17). Oleh sebab itulah dikatakan bahwa bagi orang yang cinta damai akan selalu berbuah kebenaran. "Dan buah yang terdiri dari kebenaran ditaburkan dalam damai untuk mereka yang mengadakan damai." (ay 18). Jika di mata Tuhan saja hal itu sungguh penting, mengapa kita harus menomorduakan hal itu dan lebih memilih untuk mementingkan ego atau harga diri pribadi kita? Jika ada di antara teman-teman tengah mengalami sebuah hubungan yang rusak karena suatu kesalahan yang pernah anda buat atau katakan, ini saatnya untuk mengambil inisiatif. Datangi mereka dan mintalah maaf. Perbaiki segera hubungan itu, berdamailah saat ini juga.

Jagalah perdamaian dengan orang lain sesuai hikmat yang berasal dari atas

Besar Pengampunan

Lukas 7:47
===================
"Sebab itu Aku berkata kepadamu: Dosanya yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih. Tetapi orang yang sedikit diampuni, sedikit juga ia berbuat kasih."

Hari ini saya bertemu dengan seseorang yang bertanya apakah masih ada kesempatan bagi dirinya untuk selamat mengingat serangkaian dosa yang pernah ia perbuat rasanya sudah terlalu besar untuk diampuni. Masa lalunya memang cukup kelam dengan serangkaian catatan buruk, yang rasanya tidak etis apabila saya bagikan disini. "Dosa-dosaku sudah terlalu banyak, saya tidak akan pernah layak untuk diselamatkan... sepertinya semua sudah terlambat" katanya. Ia terus merasa sebagai terdakwa dan membayangkan pintu gerbang surga sudah tertutup rapat bagi dirinya tak peduli meski ia sudah menyesal dan ingin bertobat. Begitulah terkadang manusia sulit menangkap konsep pengampunan yang disediakan Tuhan pada manusia. Maka pertanyaan yang muncul dalam renungan hari ini mungkin menjadi pertanyaan banyak orang. Seberapa besar batas maksimal pengampunan dari Tuhan? Sampai titik mana Tuhan tidak lagi sanggup atau bersedia mengampuni? Jawaban untuk itu sebenarnya sudah berulang kali disebutkan di dalam Alkitab, dan salah satunya adalah lewat ayat bacaan yang saya ambil dari sebuah perikop dalam Lukas pasal 7.

Lukas 7:36-50 berbicara mengenai kisah Yesus yang diurapi oleh seorang perempuan yang penuh dosa. Pada suatu hari Simon orang Farisi mengundang Yesus untuk makan di rumahnya. Yesus datang memenuhi undangannya. Di kota itu ada seorang perempuan yang berkubang dalam lumpur dosa. Ketika ia mendengar kedatangan Yesus ke rumah Simon, dia pun datang membawa buli-buli pualam berisi minyak wangi. Apa yang ia lakukan sangat mengharukan. Dia menghampiri Yesus dari belakang, lalu menangis hingga membasahi kaki Yesus dengan air matanya. Menyadari bahwa kaki Yesus basah karena air matanya yang mengalir deras, ia pun menyeka kaki Yesus dengan rambutnya. Lalu ia mencium kaki Yesus dan meminyaki dengan minyak wangi yang dibawanya. Melihat kejadian itu, Simon orang Farisi pun bergumam dalam hatinya. Katanya: "Jika Ia ini nabi, tentu Ia tahu, siapakah dan orang apakah perempuan yang menjamah-Nya ini; tentu Ia tahu, bahwa perempuan itu adalah seorang berdosa." (ay 39). Dalam bahasa Inggrisnya kata 'berdosa' ini dijabarkan sebagai "a notorious sinner,a social outcast, devoted to sin."

Maka Yesus memanggil Simon dan memberi sebuah perumpamaan. Ada dua orang yang berhutang. Yang satu berhutang 500 dinar, sedangkan satunya "hanya" 50 dinar. Karena tidak sanggup membayar, orang yang dipiutangi memberi pengampunan, menghapuskan hutang keduanya. Yesus bertanya: "Siapakah di antara mereka yang akan terlebih mengasihi dia?" (ay 42). Dan demikian jawaban Simon: "Aku kira dia yang paling banyak dihapuskan hutangnya." (ay 43). Benar. Apa inti pertanyaan Yesus? Mari kita baca penjelasan Yesus berikut. " Dan sambil berpaling kepada perempuan itu, Ia berkata kepada Simon: "Engkau lihat perempuan ini? Aku masuk ke rumahmu, namun engkau tidak memberikan Aku air untuk membasuh kaki-Ku, tetapi dia membasahi kaki-Ku dengan air mata dan menyekanya dengan rambutnya. Engkau tidak mencium Aku, tetapi sejak Aku masuk ia tiada henti-hentinya mencium kaki-Ku. Engkau tidak meminyaki kepala-Ku dengan minyak, tetapi dia meminyaki kaki-Ku dengan minyak wangi." (Ay 44-46). Lalu kesimpulannya: "Sebab itu Aku berkata kepadamu: Dosanya yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih. Tetapi orang yang sedikit diampuni, sedikit juga ia berbuat kasih." (ay 47). Dan wanita yang penuh dosa, notorious sinner, devoted to sin itu pun diampuni. "Lalu Ia berkata kepada perempuan itu: "Dosamu telah diampuni...Imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat!" (ay 48,50).

Yesus datang ke dunia untuk menebus dosa-dosa kita, baik besar maupun kecil. Dia disiksa, dipaku dan mati di kayu salib untuk sebuah karya penebusan luar biasa. Sebesar apapun dosa kita, ketika kita datang padaNya dengan hati yang hancur, hati yang remuk, tersungkur di kakiNya mengakui segala dosa-dosa yang telah kita perbuat lewat pertobatan yang sungguh-sungguh, pengampunan pun segera Dia sediakan bagi kita. Ketika kita datang dan mengakui dosa-dosa kita, perkataan yang sama akan Yesus berikan pada kita juga "Dosamu telah diampuni...Imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat!"

Semakin besar dosa kita, semakin besar pula penghargaan akan sebuah pengampunan. Sebesar apa dosa anda yang anda rasakan memberatkan hidup anda hari ini? Anda anda merasa Yesus tidak berkenan untuk mengampuni anda? Salah. Yesus berkata: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." (Markus 2:17) Dia justru selalu rindu untuk mengampuni kita, apapun latar belakang kita sebelumnya. Orang yang menyadari dan mengakui dosa-dosaNya sudah diampuni, dan penghargaan akan pengampunan itu akan berbuah kasih yang besar pula pada sesama. Lihat ayat berikut ini: "Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu." (Efesus 4:32). Makna ayat tersebut bisa memiliki efek yang jauh lebih besar bagi mereka yang sudah ditebus dari dosa-dosa yang mungkin bagi manusia sudah terlalu besar dan tidak lagi terampuni. Yang diperlukan adalah pengakuan kita dan pertobatan kita, disertai sebuah komitmen untuk tidak lagi mengulangi hal yang sama. Hati yang remuk dan hancur jika kita bawa ke hadapan tahta Allah akan menjadi sebuah korban sembelihan bagi Dia. "Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah." (Mazmur 51:19). Sukacita sejati adalah mengakui betapa buruknya dan besarnya dosa-dosa kita lalu membandingkannya dengan sebesar apa kita telah diampuni. Maka tidak perduli sebesar apa dosa yang membelenggu anda hari ini, percayalah bahwa pengakuan anda akan membawa anda pada sebuah pengampunan total dari Tuhan yang begitu mengasihi anda. Miliki sukacita sejati hari ini juga!

Lepaskan diri anda dari belenggu dosa hari ini juga, ketahuilah bahwa pengakuan anda dihadapanNya akan berbuah sebuah pengampunan penuh

Mengampuni

Matius 18:35
======================
"Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu."

Kekesalan terhadap seseorang adalah hal yang biasa kita alami dalam kehidupan sehari-hari. Seringkali kekesalan yang awalnya sedikit lama-lama bisa menjadi semakin parah apabila terus dibiarkan berada dalam hidup kita. Sadar atau tidak, kekesalan yang berlarut-larut terhadap seseorang  membuat bisa mengakibatkan kasih yang ada di dalam diri kita semakin compang camping. Hampir setiap hari kita berhadapan dengan orang-orang yang seakan sengaja ingin membuat kita marah. Jika itu terjadi, maka reaksi mengumpat, memaki bahkan mengutuk pun keluar dari diri kita. Bahkan dendam pun bisa timbul apabila kerugian yang kita alami terasa besar sekali. Berhadapan dengan situasi sulit, dengan orang-orang sulit akan membuat kita semakin sulit pula mengampuni. Ada yang dengan sadar tidak kita maafkan, ada pula yang secara tidak sengaja. Kita lupa bahwa mereka belum kita ampuni. Itu bisa saja terjadi. Jika kita tidak mempertebal kasih dalam diri kita dan tidak menyadari betapa besarnya kasih Tuhan kepada kita, maka akan semakin banyak orang-orang yang tidak kita ampuni, dan akibatnya bisa fatal, karena hal itu akan menghambat pengampunan Tuhan untuk turun atas diri kita.

Melanjutkan renungan kemarin mengenai pentingnya melepaskan pengampunan, mari kita lihat sebuah perumpamaan tentang pengampunan pernah diberikan Yesus dalam Matius 18:21-35 yang menjelaskan betapa pentingnya bagi kita untuk membuka pintu pengampunan seluas-luasnya. Disini digambarkan tentang seorang raja yang mau menyelesaikan hutang-hutang dari hamba-hambanya. Ada seorang hamba yang berhutang sepuluh ribu talenta memohon keringanan waktu untuk dapat membayar lunas hutangnya dengan memohon sambil berlutut. Sang raja pun merasa iba. "Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya." (ay 27). Bukan cuma diberi keringanan, tapi hutangnya dihapuskan. Betapa beruntungnya si hamba tersebut. Tapi apa yang terjadi selanjutnya? Ketika si hamba keluar, ia bertemu dengan orang lain yang berhutang kepadanya, dengan jumlah yang jauh lebih kecil dari hutangnya kepada raja. Ia langsung mencekik dan memaksa orang itu untuk segera membayar hutangnya. Orang itu pun memohon dengan berlutut untuk meminta keringanan, sama persis seperti apa yang baru saja si hamba lakukan di hadapan raja. Tapi si hamba tidak mempedulikan hal itu. Ketika mendengar perbuatannya itu raja pun menjadi marah. "Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?" (ay 32-33). "Jika aku mengampuni engkau bahkan menghapuskan hutangmu yang besar, masakan engkau tega melakukan itu kepada temanmu yang hanya berhutang sedikit?" Begitu kira-kira kata sang raja. "Maka marahlah tuannya itu dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya." (ay 34). Dan Yesus pun menutup perumpamaan itu dengan sebuah peringatan penting: "Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu." (ay 35).

Memang sulit bagi kita untuk mengampuni orang yang telah bersalah kepada kita atau telah merugikan kita. Tapi pengampunan tanpa batas merupakan hal yang wajib diberikan oleh anak-anak Tuhan kepada mereka yang telah menyakiti kita. Bukankah Tuhan sendiri tidak pernah berpelit pengampunan kepada kita? Coba pikir, ada berapa banyak kesalahan yang kita perbuat dalam hidup kita?  Seringkali kita melakukan pelanggaran-pelanggaran berat  yang seharusnya akan mendatangkan kebinasaan. Jika memakai standar kepantasan, ada banyak kesalahan yang rasanya tidak pantas dimaafkan. Tapi Tuhan begitu mengasihi kita dan selalu siap untuk mengampuni kita begitu kita mengakui semua perbuatan kita lewat pertobatan yang sungguh-sungguh. Itu bentuk kasih Tuhan yang luar biasa. Sebesar apapun dosa kita, Tuhan mengatakan bahwa Dia siap memutihkan bahkan berkata tidak akan mengingat-ingat dosa kita lagi. (Yesaya 43:25). Bayangkan apabila Tuhan sulit mengampuni kita, tidak mendengarkan pertobatan kita dan terus memutuskan untuk mengganjar kita dengan hukuman berat, apa jadinya dengan diri kita? Tapi Tuhan penuh kasih, belas kasihan dan kemurahan. Pengampunan akan segera diberikan kepada kita seketika begitu kita bertobat secara sungguh-sungguh. Kalau kesalahan kita yang begitu banyak dan besar saja tidak henti-hentinya diampuni Tuhan, bukankah sudah sepantasnya kita pun mengampuni orang yang bersalah kepada kita, yang mungkin ukurannya lebih kecil dari dosa-dosa kita kepada Tuhan, seperti apa yang diberikan Yesus dalam perumpamaan di atas?

Ada korelasi yang sangat kuat antara diampuni dan mengampuni. Itu tepat seperti apa yang dikatakan Yesus: "Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." (Matius 6:14-15). Untuk mendapatkan pengampunan dari Tuhan, kita harus terlebih dahulu menunjukkan kebesaran hati dan kerelaan untuk mengampuni orang yang bersalah kepada kita. Jika dosa-dosa kita yang begitu banyak dan berat saja Tuhan bersedia mengampuni, siapalah diri kita yang merasa lebih pantas untuk mendendam dan menolak untuk mengampuni? Seringkali kita berlaku seperti si hamba dalam perumpamaan Yesus di atas. Tuhan tidak menuntut kita membayar hutang dosa yang begitu besar. Dia justru membebaskan kita, bahkan rela menganugerahkan AnakNya yang tunggal untuk menggantikan kita di atas kayu salib. Itu sebuah kasih yang besarnya sungguh luar biasa. Tetapi kita tidak menyadari itu, bahkan terus saja tidak mau mengampuni orang-orang yang bersalah, menyinggung, menyakiti atau menipu kita. Apakah orang yang bersalah itu sudah minta maaf atau tidak, itu seharusnya tidak menjadi soal. Ingatlah bagaimana Tuhan menyatakan belas kasihanNya kepada kita. Ingatlah bagaimana Tuhan membebaskan kita, mengampuni kita secara total dan bukan setengah-setengah. Jika Tuhan saja mau berbuat itu mengapa kita tidak? Jika anda masih sulit melakukannya, berdoalah dan minta Roh Kudus untuk menguatkan anda dalam memberi pengampunan. Jika memakai perasaan sendiri mungkin sulit, tapi kita punya Roh Kudus yang akan memampukan. Tuhan sudah menyatakan belas kasihNya kepada kita, kini giliran kita untuk menunjukkan belas kasih kepada orang lain.

Ketika Tuhan sudah menghapuskan dosa-dosa kita, mengapa kita harus sulit memberi pengampunan kepada orang lain?

Melepaskan Pengampunan

Markus 11:24-25
========================
"Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu. Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu."

Seseorang yang saya kenal sangat dekat baru saja bercerita tentang bagaimana akhirnya ia bisa melepaskan pengampunan. Sesuatu yang ia alami terhadap salah satu keluarga dekatnya membuat hatinya terluka hingga menyimpan dendam. Ia sadar bahwa kebencian itu bisa menimbulkan masalah dalam membangun hubungan dengan Tuhan, tetapi ia merasa tidak mampu menghilangkan rasa itu. Apa yang ia lakukan adalah menyampaikan perasaan apa adanya kepada Tuhan. "Tuhan, saya tahu bahwa rasa ini membuat doa-doa saya terhalang, tapi saya belum mampu melepaskan pengampunan..bantu saya untuk bisa mengampuninya.." demikian kira-kira bunyi doanya. Ternyata hanya dalam hitungan jam ia menjadi sanggup mengampuni orang tersebut dengan ikhlas. Ia merasa bebannya terangkat, hatinya menjadi lapang. Disaat kita tidak sanggup, Roh Kudus selalu bisa memampukan kita dalam melepaskan pengampunan. Apa yang penting adalah kerelaan kita dalam melakukan itu, karena ada banyak orang yang memilih untuk menyimpan dendam terhadap seseorang meski mereka tahu bahwa itu tidak baik bagi dirinya sendiri.

Ada berapa banyak orang yang masih mengganjal di hati kita karena pernah menyakiti perasaan kita, dan mengapa kita sulit mengampuni mereka? Mungkin bukan satu kali saja mereka melukai perasaan kita, tapi sudah berulang-ulang. Kita bertemu dan bersinggungan dengan begitu banyak manusia dengan berbagai macam sifat yang berbeda. Diantaranya ada yang kasar, tidak peduli, sinis, bersikap merendahkan dan mungkin tidak merasa bersalah jika menyinggung perasaan orang. Persinggungan dengan karakter-karakter seperti ini akan terus menumpuk perasaan sakit hati pada diri kita. Maka tanpa sadar tiba-tiba kita sudah mempunyai daftar yang panjang akan orang-orang yang pernah menyinggung atau menyakiti hati kita. Ironisnya, sebagian besar di antara orang-orang ini merupakan orang yang tidak menyadari kesalahannya sehingga sepertinya mustahil untuk tergerak untuk minta maaf meski telah menyakiti kita. Mereka malah masih saja menambah rasa sakit di hati kita. Seringkali bukan salah kita, dan memang merekalah yang memulai. Rasa kecewa dan sakit hati itu bisa begitu parah, sehingga sulit bagi kita untuk bisa memaafkan apalagi untuk melupakan.

Jika mengacu kepada firman Tuhan, kita seharusnya siap mengampuni tanpa pandang bulu, tanpa menimbang berat-ringannya "dosa" mereka terhadap kita. Mengapa? Karena masalah sakit hati ini jika dibiarkan maka yang rugi adalah kita sendiri juga. Ada banyak orang yang terikat pada kepahitan terhadap seseorang sehingga sulit maju. Mereka terbelenggu oleh trauma masa lalu akibat perlakuan seseorang sehingga sulit bagi mereka untuk menatap masa depan. Ada banyak yang lebih suka membiarkan dendam membara sehingga sukacita mereka pun hilang. Berbagai penyakit bisa timbul akibat hal ini, mulai dari penyakit ringan sampai yang mematikan. Jika dipikir-pikir, betapa ironisnya ketika kita disakiti orang, kita pula yang menderita kerugian lebih lanjut akibat ulah mereka. Dan seringkali orang tidak menyadari bahwa kebencian, sakit hati atau dendam ini bisa memerangkap iman kita sehingga sulit berkembang. Hanya sedikit orang yang manyadari betapa eratnya hubungan antara iman dan pengampunan.

Mari kita lihat ucapan Yesus yang dicatat oleh Markus berikut ini. "Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu." (Markus 11:25). Ini adalah sabda Kristus yang tentunya tidak lagi asing bagi kita. Tapi perhatikan ayat selanjutnya. "Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu." (ay 26). Perhatikanlah bagaimana Yesus merangkai atau menopang dua kalimat tersebut bukan secara kebetulan tetapi dengan sengaja. Saya percaya Yesus mengatakan kedua kalimat ini bukan dalam konteks yang berbeda. Yesus ingin kita tahu bahwa pengampunan merupakan landasan untuk bisa menerima dari Tuhan. Sebelum berdoa, kita harus terlebih dahulu mengampuni orang-orang yang masih mengganjal di hati kita. Bereskan dulu itu, baru berdoa, karena jika tidak, iman kita masih terbelenggu dan doa yang kita panjatkan pun tidak akan bisa membawa hasil apa-apa. Sebelum Yesus mengatakan kedua kalimat di atas, Dia baru saja menjelaskan bahwa iman yang teguh akan mampu mencampakkan gunung sekalipun untuk terlempar ke laut. (ay 23). Iman yang sekecil biji sesawi sekalipun akan mampu melakukan itu. Tuhan siap memberikan apapun yang kita minta dan doakan dengan disertai rasa percaya. Tapi sebelum itu semua terjadi, dan agar itu bisa terjadi, kita terlebih dahulu harus mengampuni orang-orang yang bersalah kepada kita, orang yang telah menyakiti hati kita, orang yang telah melukai perasaan kita. Sebab tanpa itu, iman kita masih terperangkap dalam penjara dan akan terus menghalangi kita untuk menerima segala sesuatu dari Tuhan.

Petrus pernah bertanya berapa kali ia harus siap mengampuni. Dan Yesus pun memberi jawaban. "Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali." (Matius 18:22). Tujuh puluh kali tujuh menggambarkan keharusan kita untuk bisa terus melepaskan pengampunan tanpa batas. Yesus mengingatkan bahwa kita harus siap memberi pengampunan terus menerus, dan jangan pernah tertarik untuk menyisakan dendam dalam hati kita. Dalam doa yang diajarkan Yesus pun kita diingatkan akan hal itu. "dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami." (Matius 6:12) Perihal memberi pengampunan sangat penting dan sangat berkaitan erat dengan pengampunan yang kita terima dari Tuhan. Jika kita mengampuni orang, maka Tuhan pun akan mengampuni kita. (Markus 11:25). Dan permintaan kita dalam doa pun Dia dikabulkan.(ay 24). Tapi hal sebaliknya pun berlaku. "Tetapi jika kamu tidak mengampuni, maka Bapamu yang di sorga juga tidak akan mengampuni kesalahan-kesalahanmu." (ay 26).

Kembali ke ayat bacaan hari ini, sekali lagi ingatlah bahwa Yesus menopang kedua kalimat itu dengan sengaja. Yesus ingin kita tahu bahwa memberi pengampunan adalah landasan untuk mendapat pengampunan Tuhan dan untuk menerima segala sesuatu dari Tuhan. Dia ingin mengingatkan kita bahwa tidaklah mungkin bagi kita untuk menerima pengabulan doa jika kita masih menyimpan dendam di dalam hati kita pada waktu yang sama. Sikap tidak mau mengampuni akan menghambat saluran iman dan membuat kita tidak mampu melangkah maju. Di dalam hidup kita akan menderita, Tuhan sendiri tidak akan berkenan terhadap kita. Saya memahami betul bahwa dalam kasus-kasus tertentu tidak mudah bagi kita untuk mengampuni seseorang. Mungkin hidup kita sudah terasa hancur, mungkin kerugian sudah terlalu banyak, mungkin tidak akan bisa mengembalikan sesuatu yang terlanjur hilang dari hidup kita karena perbuatan mereka. Tapi biar bagaimanapun kita tetap harus melepasnya agar kita bisa melangkah maju. Kita perlu membebaskan diri kita dari belenggu dendam, membebaskan mereka yang bersalah kepada kita, agar kita bisa memerdekakan iman kita sepenuhnya. Kemampuan kita mungkin terbatas untuk itu, tapi seperti apa yang dialami oleh teman saya di awal, Roh Kudus sanggup memampukan kita untuk memberikan pengampunan dan memerdekakan iman kita. Jika diantara anda ada yang masih menyimpan ganjalan, sakit hati atau dendam terhadap seseorang, berdoalah hari ini dan ijinkan Roh Kudus bekerja untuk menguatkan kita hingga dapat mengampuni orang-orang itu dan dengan demikian membebaskan iman anda. Buanglah sumbatan pada saluran iman anda, maka anda akan menyaksikan bagaimana doa-doa anda akan dikabulkan, dan hidup anda akan terasa begitu ringan dan kembali dipenuhi sukacita.

Berikan pengampunan agar saluran iman mengalir lancar

Kesetiaan

Wahyu 2:10
==================
"..Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan."

Kemarin kita melihat bagaimana kesetiaan Daniel kepada Tuhan membawa turunnya terang ke dalam bangsa dimana ia tinggal. Kesetiaan sayangnya semakin lama menjadi semakin langka untuk ditemukan di muka bumi ini. Alangkah sulitnya mencari orang yang bisa benar-benar setia untuk waktu yang panjang. Apakah itu dalam sebuah hubungan cinta, pekerjaan dan sebagainya, hampir setiap hari kita menyaksikan orang-orang yang tidak menganggap kesetiaan sebagai sesuatu hal yang penting lagi untuk dipertahankan dan dipegang teguh.  Berita pasangan bercerai, kedapatan selingkuh terjadi dimana-mana. Orang yang berpindah-pindah pekerjaan karena mendapat tawaran yang lebih baik atau sedikit saja tersinggung, itu pun dengan mudah kita dengar. Tidak jarang mereka bahkan tega menghianati tempat mereka bekerja untuk satu dan lain hal. Kesetiaan merupakan sebuah unsur di dalam integritas. Jika kesetiaan saja sudah semakin langka, tidak heran jika integritas pun menjadi hal yang semakin langka pula.

Kesetiaan jelas merupakan aspek yang sangat penting dalam Kerajaan Allah. Pertama-tama kita harus tahu bahwa Allah, Sang Raja di dalam Kerajaan itu merupakan Sosok yang Setia. Alkitab menyebutkan dalam banyak kesempatan mengenai sifat Allah yang setia, misalnya dalam Mazmur 31:5, 48:9, 59:10, 1 Raja Raja 8:23, 2 Korintus 1:18, 1 Petrus 4:19, Ibrani 10:23 dan lain-lain. Lihat pula bagaimana Yesus dengan setia dan taat melakukan semua kehendak Allah dengan tuntas. Dengan keteladanan secara langsung seperti itu seharusnya kita yang merupakan warga Kerajaan pun hidup dengan kesetiaan. Tapi seringkali kita lebih tertarik untuk mengadopsi gaya hidup dunia yang mudah berkhianat ketimbang menjalani hidup kesetiaan seperti yang dikehendaki Tuhan.

Sulitnya mendapati kesetiaan ternyata bukan saja menjadi isu di jaman modern ini. Ribuan tahun yang lalu pun manusia sudah menunjukkan sikap buruk yang sama. Kita bisa melihat bagaimana bangsa Israel yang berulangkali menyaksikan atau mengalami secara nyata penyertaan Tuhan secara langsung, tetapi mereka masih saja tega untuk menyakiti hati Tuhan berulang-ulang lewat tingkah dan polah mereka. Tidak heran jika Salomo berkata "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?" (Amsal 20:6) Kita bisa melihat bahwa pada masa itu ternyata kesetiaan sudah menjadi sesuatu yang langka untuk ditemukan. Hingga ke dalam Perjanjian Baru pun masalah kesetiaan tetap menjadi pesan penting untuk dimiliki oleh kita. Kesetiaan adalah sebuah kualitas utama yang seharusnya ada di dalam diri orang-orang percaya. "...kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan." (1 Timotius 6:11). Berulang-ulang Tuhan mengingatkan kita untuk setia dalam segala hal, tetapi dari generasi ke generasi manusia masih saja terus menganggap kesetiaan sebagai sesuatu yang tidak penting, yang bisa dikorbankan demi kepentingan lain.

Kesetiaan di dalam Kerajaan Allah memiliki peranan yang sangat penting. Kesetiaan penting untuk kita hidupi karena itu akan sangat menentukan bagi keselamatan kita kelak. Firman Tuhan berkata "...Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan." (Wahyu 2:10). Ada mahkota kehidupan yang akan dikaruniakan kepada kita kelak apabila kita bisa mempertahankan kesetiaan sampai selesai. Dan bukan itu saja, karena Allah tetap menjanjikan berkat-berkatNya kepada siapapun yang tetap hidup dengan berpegang pada kesetiaan. "Pada hari ini TUHAN, Allahmu, memerintahkan engkau melakukan ketetapan dan peraturan ini; lakukanlah semuanya itu dengan setia, dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu. Engkau telah menerima janji dari pada TUHAN pada hari ini, bahwa Ia akan menjadi Allahmu, dan engkaupun akan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya dan berpegang pada ketetapan, perintah serta peraturan-Nya, dan mendengarkan suara-Nya. Dan TUHAN telah menerima janji dari padamu pada hari ini, bahwa engkau akan menjadi umat kesayangan-Nya, seperti yang dijanjikan-Nya kepadamu, dan bahwa engkau akan berpegang pada segala perintah-Nya, dan Iapun akan mengangkat engkau di atas segala bangsa yang telah dijadikan-Nya, untuk menjadi terpuji, ternama dan terhormat. Maka engkau akan menjadi umat yang kudus bagi TUHAN, Allahmu, seperti yang dijanjikan-Nya." (Ulangan 26:16-19).

Ada banyak hal yang akan kita peroleh dari hidup dalam kesetiaan. Sebaliknya kita akan mengorbankan banyak hal penting jika kita memilih untuk mencari kenikmatan sesaat dengan mengabaikan kesetiaan. Kehidupan di dunia selalu mengajak kita untuk melupakan kesetiaan, tetapi hari ini marilah kita belajar untuk mengadopsi dengan benar prinsip-prinsip Kerajaan mengenai kesetiaan, sebab tanpa kesetiaan tidak akan pernah ada integritas yang akan mampu membawa perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik.

Tanpa kesetiaan tidak akan ada integritas

Mengatasi Kelemahan

Ibrani 12:12-13
========================
"Sebab itu kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang goyah; dan luruskanlah jalan bagi kakimu, sehingga yang pincang jangan terpelecok, tetapi menjadi sembuh."

Sebuah acara tentang singa di televisi menunjukkan adegan ketika mereka memburu sekumpulan kerbau liar untuk dimangsa. Sergapan mendadak di tengah kegelapan malam membuat kerbau-kerbau itu panik dan berlarian kocar-kacir. Ada satu kerbau yang akhirnya berakhir menjadi santapan sang singa betina, dan naratornya mengatakan bahwa kerbau malang itu adalah kerbau yang terlemah. Di adegan memang jelas terlihat bahwa si korban kebingungan mau lari kemana, mungkin termakan oleh rasa paniknya sendiri. Narator film dokumenter itu pun kemudian meneruskan bahwa dalam melakukan sergapan, singa mampu dengan cepat melihat mangsa yang terlemah diantara kumpulan itu sehingga mereka tidak akan kehilangan mangsanya.

Dalam ilmu peperangan diajarkan untuk menyerang titik terlemah terlebih dahulu jika ingin menang. Dalam pertandingan olah raga seperti tinju, bela diri, gulat dan sebagainya pun hal yang sama tetap berlaku. Lihatlah bagaimana strategi seorang petinju untuk mencari titik lemah lawannya lalu fokus terhadap kelemahan itu untuk bisa keluar sebagai pemenang. Sebuah kelemahan memang sangatlah rawan, bahkan berbahaya karena akan menjadi bulan-bulanan lawan agar bisa memukul jatuh. Sadar atau tidak, kita seringkali membiarkan titik-titik lemah ini terus berada dalam diri kita. Sepanjang perjalanan hidup saya hingga hari ini saya bertemu dengan beberapa orang yang menjadi lemah akibat luka masa lalu mereka. Luka yang masih belum sembuh ternyata membawa pengaruh buruk bagi kehidupan mereka. Kehilangan jati diri, kehilangan harga diri, merasa diri tidak berharga, sehingga mereka gampang dipermainkan dan dimanfaatkan orang lain. Ironisnya, banyak diantara mereka yang merasa tidak sanggup melepaskan diri dari orang-orang yang terus menyakiti mereka dan terus menjadi bulan-bulanan. Tidak hanya luka masa lalu, namun berbagai permasalahan dalam hidup yang bertubi-tubi pun bisa membuat tubuh, hati dan jiwa kita. Bahkan ketika iman kita menjadi merosot, roh kita pun akan melemah. Jika tidak hati-hati, hidup bisa hancur bahkan membuat kita kehilangan kans untuk menerima janji Tuhan tentang sebuah kehidupan yang kekal bersamaNya kelak.

Kita tidak boleh membiarkan kelemahan itu terus bercokol dan menekan kita. Kita harus bisa bangkit dan berusaha mengatasi  berbagai tekanan hidup yang bisa jadi datangnya bertubi-tubi, juga harus mampu belajar dari pelajaran pahit di masa lalu dan terus melangkah menatap ke depan. Ada saatnya mungkin kita harus menerima konsekuensi atas kesalahan kita sendiri, merasakan teguran dan didikan Tuhan yang bisa saja perih rasanya. Penulis Ibrani mengatakan, "Sebab mereka (orang tua kita) mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita beroleh bagian dalam kekudusan-Nya." (Ibrani 12:10). Ketika kita didisplinkan tentu tidak nyaman rasanya. Namun semua itu bertujuan baik untuk mematangkan dan mendewasakan kita. "Memang tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya." (ay 11). Selanjutnya Penulis Ibrani mengatakan: "Sebab itu kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang goyah; dan luruskanlah jalan bagi kakimu, sehingga yang pincang jangan terpelecok, tetapi menjadi sembuh." (ay 12-13). Kita tidak boleh membiarkan diri kita untuk menjadi lemah dan goyah agar kita bisa terus berjalan lurus dalam kondisi baik dan tidak pincang. Sadarilah bahwa iblis akan terus mencari kesempatan untuk merusak hati dan pikiran kita ketika kita sedang dalam keadaan lemah. Bukan saja iblis, tapi orang-orang yang jahat pun siap memanipulasi kita, memanfaatkan diri kita demi keuntungan mereka apabila kita lemah. Karena itu kita tidak boleh membiarkan kelemahan kita terus terekspos. Kita harus menggantikannya dengan kekuatan dan ketegaran.

Selain merugikan diri kita sendiri, orang yang mudah menyerah dan memilih untuk terus terperangkap dalam keadaan lemah dan pincang tidaklah berkenan di hadapan Tuhan. "Tetapi orang-Ku yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya." (Ibrani 10:38) Penulis Ibrani mengingatkan bahwa sebagai anak-anak Tuhan, seharusnya kita ada dalam posisi yang penuh ketekunan dan ketaatan sebagai orang-orang percaya sehingga beroleh keselamatan. (ay 39). Mungkin hingga saat ini kita tidak cukup kuat untuk melepaskan diri baik dari belenggu masa lalu, berbagai kepahitan atau permasalahan. Manusia memang terbatas, namun Yesus sanggup melakukan itu semua! Adalah penting untuk memperkuat diri kita agar tidak mudah diserang. Dan caranya adalah dengan memenuhi diri kita dengan Firman Tuhan secara terus menerus. Rajin-rajinlah mendengar dan membaca firman Tuhan, rajinlah berdoa, dekatkan diri kepada Tuhan, teruslah mengucap syukur dan fokuskan pandangan senantiasa kepadaNya. Jadikan iman kita pada Kristus sebagai pegangan hidup. Itu akan membuat kita tidak gampang jatuh menjadi lemah dan mudah goyah. Secara singkat Daud menyebutkannya demikian: "Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah." (Mazmur 16:8). Seperti halnya satu atau dua bagian tubuh yang mengalami masalah bisa menimbulkan kesulitan besar bagi kita, begitu pula ketika tubuh, jiwa atau roh kita menjadi lemah. Iblis akan terus mengincar titik-titik lemah kita sebagai pintu masuk untuk menghancurkan kita. Begitu pula orang-orang yang punya niat buruk. Karenanya, tetaplah jaga tubuh, jiwa dan roh kita agar tetap kuat. Jangan beri kesempatan kepada yang jahat. Tetaplah berdiri tegar agar kita bisa terus melangkah dengan benar hingga akhir.

Membiarkan diri dalam kondisi lemah berlarut-larut berarti membuka peluang bagi yang jahat untuk menghancurkan kita

Minggu, 26 Mei 2013

Pertukaran Yang Terjadi Pada Kayu Salib

Yesus dihukum supaya kita diampuni.
Yesus disakiti supaya kita disembuhkan.
Yesus dijadikan dosa oleh dosa kita supaya kita dijadikan benar oleh kebenaran-Nya.
Yesus menjalani kematian bagi kita supaya kita menerima kehidupan-Nya.
Yesus mengalami kemiskinan kita supaya kita menikmati kelimpahan-Nya.
Yesus menanggung rasa malu kita supaya kita menerima kemuliana-Nya.
Yesus menanggung ketertolakan kita supaya kita diterima oleh Bapa.
Yesus menjadi suatu kutuk supaya kita menerima berkat.

~ DEREK PRINCE ~

Doa Yang Berkuasa

 


TUHAN mamberikan kuasaNya sejak saya mulai berdoa.
Doa sungguh mengubah saya, menguatkan saya dan ROH KITA SENDIRI MENJADI KUAT.
Doa-doa itu saya menjadi hidup dalam dunia, walaupun semua doa tidak selalu jawab TUHAN, dijawab atau tidak, dengan berdoa saya merasa lebih baik.
Saya bersyukur kepada TUHAN atas bimbingan dan pimpinanNya dan lindungan roh, tubuh, pikiran, dan perasaannya dari hal-hal jahat atau merusak.
Terima kasih TUHAN untuk janji-janji perlindungan-Mu dan agar tidak keluar dari pagar lindungan-Mu.
Engkau yang selalu setia dan senantiasa memberkati apapun yang saya lakukan dan kemana saya pergi, jadikanlah kehendakku pada kehendak-Mu, jalanku pada jalan-Mu.
Bimbinglah saya, ya TUHAN dan pimpinlah Roh Kudus. Dalam nama Yesus, kami berdoa.Amin.

Firman Yang Berkuasa


Dalam segala doa dan permohonan.
Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu
dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuki segala orang kudus.
( Efesus 6:18 )

Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar, Ia pergi
ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana.
( Matus 1:36 )

Dalam kesesakan aku telah berseru kepada TUHAN.
TUHAN telah menjawab aku dengan memberi kelegaan. ( Mazmur 118:5 )

Jumat, 24 Mei 2013

Keseimbangan Antara Bekerja Dengan Berdoa

Yoel 2:17
===================
"baiklah para imam, pelayan-pelayan TUHAN, menangis di antara balai depan dan mezbah, dan berkata: "Sayangilah, ya TUHAN, umat-Mu, dan janganlah biarkan milik-Mu sendiri menjadi cela, sehingga bangsa-bangsa menyindir kepada mereka. Mengapa orang berkata di antara bangsa: Di mana Allah mereka?"

Bisakah anda mengendarai sepeda atau sepeda motor sebelum melatih keseimbangan? Bisa dijamin anda akan terjatuh jika tidak tahu bagaimana agar bisa berada seimbang diatasnya. Bagi pemain sirkus terutama para pemain trapeze atau orang yang memegang galah panjang dalam meniti seutas tali jelas keseimbangan merupakan hal yang mutlak pula untuk mereka miliki. Dalam bingkai yang lebih besar, sebuah keseimbangan dalam banyak hal sangat menentukan keberhasilan seseorang dalam hidupnya. Itu tentu termasuk keseimbangan antara bekerja dan berdoa. Dalam bahasa Latin ada semboyan yang bunyinya Ora et Labora, yaitu "berdoa dan bekerja". Bayangkan jika anda hanya berdoa saja tanpa melakukan apa-apa. Ada banyak orang Kristen yang menerjemahkan berkat-berkat yang turun dari Tuhan itu secara sepihak. Mereka kerap mengharapkan berkat turun dicurahkan dari langit lewat serangkaian mukjizat spektakuler setiap saat, dan tidak melakukan apapun untuk mendapatkan berkat itu, selain berdoa siang dan malam. Atau sebaliknya hanya bekerja terus dari pagi sampai larut malam tanpa memperhatikan keadaan rohani anda. Itu tentu tidak baik. Hanya fokus dalam bekerja atau meniti karir tanpa menjaga sisi rohani akan mengarahkan orang ke dalam keangkuhan, cinta harta, popularitas dan berbagai hal buruk lainnya. Sebuah keseimbangan antara bekerja dan berdoa jelas merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan.

Kita tidak bisa melakukan satu hal saja dan melupakan yang lain. Tuhan memang bisa menurunkan berkatNya dalam keadaan apapun. Benar bahwa Yesus berkata "Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya." (Matius 21:22). Kuasa doa memang besarnya bisa sangat luar biasa. Tetapi ingat pula bahwa Tuhan tidak menginginkan anak-anakNya menjadi orang-orang yang malas dan manja, hanya meminta dan terus meminta tanpa mau melakukan apa-apa. Tuhan sudah berulang kali menyatakan ketidaksukaanNya terhadap orang yang malas. Lihatlah bagaimana kerasnya Tuhan menghadapi orang yang malas dalam "perumpamaan tentang talenta" yang tertulis di Matius 25:14-30. Itu bahkan begitu keras, sehingga Alkitab berkata "Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi." (ay 30).

Lihat pula teguran-teguran yang datang kepada orang malas dalam Amsal 6. Salah satunya berkata: "Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak." (ay 6). Semut adalah serangga yang lemah dan berukuran jauh lebih kecil dibanding manusia, tetapi baiklah jika orang malas belajar dari etos kerja semut. Itu adalah teguran yang sebenarnya cukup keras. Orang malas itu tidak bijak. Dan teguran dari Paulus juga menggambarkan hal yang keras pula. "jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan." (2 Tesalonika 3:10). Rajin berdoa memang baik, dan itu sudah menjadi kewajiban kita. Tetapi jangan lupa pula bahwa kita harus bekerja dengan sungguh-sungguh, bahkan dikatakan seperti melakukannya untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. (Kolose 3:23).

Sangatlah menarik jika kita melihat sebuah ayat dalam Yoel yang menyiratkan mengenai keseimbangan ini ketika Yoel memberikan seruan untuk bertobat. Mari kita lihat ayatnya. "Baiklah para imam, pelayan-pelayan TUHAN, menangis di antara balai depan dan mezbah, dan berkata: "Sayangilah, ya TUHAN, umat-Mu, dan janganlah biarkan milik-Mu sendiri menjadi cela, sehingga bangsa-bangsa menyindir kepada mereka. Mengapa orang berkata di antara bangsa: Di mana Allah mereka?" (Yoel 2:17). Perhatikan, mengapa para imam dan hamba Tuhan harus menangis di antara balai depan dan mezbah? Tuhan secara spesifik mewahyukan hal ini. Dari ayat tersebut kita bisa melihat perlunya keseimbangan antara mezbah dan balai depan. Bukan hanya di mezbah, dan bukan hanya di balai depan, tapi ditengah-tengah, yang artinya mencakup keduanya secara rata. Bukan hanya berdoa, dan bukan juga hanya bekerja saja. Keduanya haruslah dilakukan secara seimbang. Dari ayat ini kita bisa menangkap sebuah pesan penting, bahwa apapun yang kita lakukan perlu disertai dengan doa. Dan doa-doa juga harus disertai dengan perbuatan nyata. Keduanya harus berjalan beriringan, bersama-sama. Benar bahwa Tuhan mengharuskan kita bekerja, dan Tuhan memberkati pekerjaan kita. Tapi bagaimana Tuhan mau memberkati pekerjaan kita jika kita tidak melibatkanNya dalam pekerjaan kita? Atau lebih luas lagi, bagaimana Tuhan mau memberkati hidup kita jika kita tidak melibatkanNya dalam kehidupan kita? Oleh sebab itu seruan pertobatan yang disampaikan Yoel menyiratkan bahwa antara berdoa dan bekerja, ora et labora, keduanya haruslah dilakukan secara seimbang, beriringan dan berkesinambungan.

Menyambung bahasan dalam beberapa renungan terdahulu, dalam berkontribusi untuk kesejahteraan dan keselamatan bangsa, kita pun juga harus melakukan hal yang seimbang. Dalam Yeremia itu sudah disebutkan dengan jelas. "Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu." (Yeremia 29:7). "Usahakanlah kesejahteraan kota", itu berbicara mengenai peran serta secara aktif dengan melakukan sesuatu yang nyata. Lalu selanjutnya: "dan berdoalah untuk kota itu kepada Tuhan.." itu menunjukkan bahwa peran para orang percaya lewat doa-doa pun merupakan hal yang penting pula untuk dilakukan. Lihatlah bahwa keduanya harus dilakukan serentak, bersamaan, dalam sebuah hubungan saling mengisi dan seimbang.

Dalam Efesus 6:18 kita bisa melihat sebuah ayat yang mengingatkan kita agar tidak melupakan atau meniadakan doa dalam langkah kita. Bukan hanya sekedar berdoa sekali-kali, tetapi disana kita diingatkan untuk berdoa setiap waktu. Dalam bahasa Inggrisnya dikatakan "Pray at all times (on every occasion, in every season) in the Spirit, with all [manner of] prayer and entreaty." Pray at all times, on every occasion, in every season. Berdoalah dalam setiap waktu, dalam hal apapun, dalam situasi apapun. Doakan apapun yang kita kerjakan agar Tuhan memberkati usaha kita secara penuh, pada saat yang sama lakukanlah pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Keseimbangan seperti inilah yang akan mendatangkan keberhasilan dalam segala sesuatu yang kita lakukan.

Perlu bagi kita untuk melatih dan mendisplinkan diri agar bisa menyeimbangkan keduanya dan terbiasa untuk mengkombinasikan keduanya dalam hubungan yang harmonis. Itu jelas perlu proses dan butuh waktu. Bukan saja dalam pekerjaan atau profesi kita, tetapi pelayanan kita pun butuh terus didukung doa agar bisa berhasil dengan maksimal. Disanalah kita bisa melihat bagaimana luar biasanya hasil yang kita tuai lewat usaha kita yang terus didukung dalam doa. Begitu pula kontribusi kita dalam kesejahteraan, kemakmuran dan keselamatan kota dimana kita ditempatkan saat ini, dan tentu saja dalam skala yang lebih besar itu akan berdampak positif bagi bangsa kita. Jangan korbankan jam-jam doa karena kesibukan pekerjaan, jangan pula memakai waktu doa sebagai alasan untuk bermalas-malasan dan tidak bekerja. Keduanya harus dilakukan secara seimbang dan saling terkait satu dengan lainnya. Sudahkah anda melibatkan Tuhan dalam pekerjaan anda? Atau sudahkah anda berusaha serius seperti apa yang anda minta dalam doa anda?

Jadilah pengikut Kristus yang rajin bekerja dan tekun dalam doa

Bekerja Dengan Hati Gembira

Pengkhotbah 3:22
=======================
"Aku melihat bahwa tidak ada yang lebih baik bagi manusia dari pada bergembira dalam pekerjaannya, sebab itu adalah bahagiannya. Karena siapa akan memperlihatkan kepadanya apa yang akan terjadi sesudah dia?"

Apa yang membuat kita bisa bekerja dengan hasil maksimal, bisa memuliakan Tuhan di dalamnya? Saya bertemu dengan begitu banyak orang yang melakukan pekerjaan hanya karena mereka butuh mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya. Malah beberapa orang mengaku terpaksa demi menyambung hidup. "Bagaimana lagi? Cari kerja itu susah.. kami sekeluarga perlu makan, kebutuhan rumah tangga harus dipenuhi, anak-anak harus dibiayai bersekolah. Suka atau tidak, saya terpaksa harus bekerja disana." kata seorang teman suatu hari. Jika keterpaksaan yang menjadi landasan dalam bekerja, tentu sulit bagi kita untuk mengharapkan top performance didalamnya. Bagaimana mau berbuat yang terbaik jika terpaksa? Bergaul di dunia art dan design, saya pun bisa melihat langsung bagaimana hasil yang dilakukan ketika dikerjakan sepenuh hati dan dinikmati dengan yang dipaksakan atau dikejar waktu akan sangat berbeda. Begitu juga dengan di dunia musik yang tidak asing pula bagi saya. Para artis yang melakukan dengan kecintaan penuh dan karena hanya ingin memperoleh uang semata akan membawa hasil yang terasa sangat berbeda. Hari-hari ini saya bahkan semakin sering menjumpai orang yang sulit mensyukuri pekerjaannya. Lantas apa yang harus dilakukan agar bisa membawa hasil yang terbaik? Alkitab mengingatkan kita untuk mencintai pekerjaan, yang artinya bergembira dalam pekerjaannya, melakukan bagian masing-masing dengan hati yang gembira.

Pengkotbah sudah menyatakan hal seperti ini yang berasal lewat perenungan, pengalaman dan kesaksiannya sendiri. "Aku melihat bahwa tidak ada yang lebih baik bagi manusia dari pada bergembira dalam pekerjaannya, sebab itu adalah bahagiannya. Karena siapa akan memperlihatkan kepadanya apa yang akan terjadi sesudah dia?" (Pengkotbah 3:22). Mencintai profesi atau tidak, Pengkotbah menyimpulkan bahwa tidak ada yang lebih baik daripada bergembira dalam pekerjaannya. Mengapa? Karena itu adalah bagian atau panggilan kita masing-masing. Jika kita tidak berbahagia dengan pekerjaan, jika terpaksa atau melakukannya dengan hati yang berat, apa yang bisa kita dapatkan? Berkeluh kesah sepanjang hari? Mengasihani diri berlebihan, emosi, terus merasa tidak puas dan kehilangan damai sejahtera, adakah itu membawa manfaat atau malah membuat etos kerja kita menurun, mengganggu orang lain bahkan mendatangkan penyakit bagi diri kita sendiri? Apakah baik apabila kita sulit bersyukur dan hanya bersungut-sungut tidak pernah merasa puas? Akankah itu baik bagi diri kita, keluarga kita, atau bahkan bagi Tuhan?

Satu hal yang perlu kita ingat, soal bahagia atau tidak bukanlah tergantung dari kondisi atau situasi yang kita hadapi, melainkan tergantung dari seberapa jauh kita mengijinkan Tuhan untuk ambil bagian dalam hidup kita. Kebahagiaan atau kegembiraan berasal dari Tuhan dan bukan dari keadaan. "Ya, karena Dia hati kita bersukacita, sebab kepada nama-Nya yang kudus kita percaya." (Mazmur 33:21). Selanjutnya Amsal mengatakan bahwa "Hati yang gembira membuat muka berseri-seri, tetapi kepedihan hati mematahkan semangat." (Amsal 15:13). Atau lihatlah ayat lain: "Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang." (Amsal 17:22). Bekerja dengan hati yang lapang, hati yang gembira, itu adalah obat yang manjur dan menjaga kita agar tetap memiliki semangat untuk melakukan yang terbaik. Dan rasa syukur kita dalam menikmati anugerah Tuhan akan membuat itu bisa terjadi. Apakah kita menikmati pekerjaan dengan penuh rasa syukur sebagai sebuah berkat dari Tuhan atau kita terus merasa kurang puas, itu tergantung kita. Tuhan sanggup membuat pekerjaan sekecil apapun menjadi seindah atau seberharga emas. Saya tidak berbicara mengenai kekayaan materi saja karena itu sangatlah sempit, tetapi mengenai hasil atau pencapaian yang bisa kita peroleh lewat hati yang gembira dalam bekerja. Itulah yang akan membuat kita mampu menghasilkan karya-karya yang 'monumental'.

Mungkin ada saat ini di antara kita yang mulai merasa jenuh dengan pekerjaan anda, mungkin ada yang merasa bahwa pekerjaan saat ini tidak cukup baik, hanya terpaksa untuk mencari nafkah semata, namun saya ingin mengingatkan bahwa Tuhan tidak akan pernah kekurangan cara untuk memberkati kita. Yang dituntut dari kita adalah bekerja sungguh-sungguh dengan segenap hati seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia (Kolose 3:23). Itu akan sangat sulit untuk dilakukan apabila kita tidak memiliki hati yang gembira dalam melakukannya. Tinggi rendah pendapatan bukanlah alasan untuk bergembira atau tidak. Saya bertemu dengan orang-orang yang dalam pandangan dunia dianggap melakukan pekerjaan kasar atau bahkan rendah, tapi mereka tetap bisa bersukacita dalam melakukannya dan itu mendatangkan hasil yang baik. Akibatnya merekapun terus meningkat dalam pekerjannya. Sebaliknya, tidak jarang kita melihat keluarga yang hancur, hidup orang yang jauh dari bahagia, padahal mereka memiliki kekayaan yang besar. Jika demikian, mengapa kita tidak mencoba memberikan setitik cinta pada pekerjaan kita, apapun itu, mengucap syukur atas pekerjaan itu kepada Tuhan, memberikan yang terbaik dari kita, dan melihat bagaimana luar biasanya Tuhan bisa memberkati kita lewat apapun yang kita kerjakan? Mari belajar untuk  bersyukur dan menikmati pekerjaan kita bersama Tuhan dengan hati yang gembira. Be happy and thankful with everything you do today!

Syukuri pekerjaan yang diberikan Tuhan, muliakan Dia didalamnya

Kemurahan Hati

2 Korintus 8:2
===========================
"Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan."

Dalam renungan kemarin kita sudah melihat bagaimana bentuk kemurahan hati dalam memberi seperti yang ditunjukkan oleh dua orang janda dalam masa yang berbeda, yaitu janda di Sarfat di masa Elia (1 Raja Raja 17:7-24) dan janda yang memberikan persembahan di bait Allah yang diperhatikan Yesus (Lukas 21:1-4/Markus 12:41-44). Hari ini saya masih ingin melanjutkan lagi mengenai hal kemurahan hati lewat beberapa contoh lainnya. Sebuah kesaksian yang belum lama dialami oleh saudara dari tetangga saya mungkin baik untuk dijadikan sebuah contoh. Ia bercerita mengenai pengalamannya ketika ia terpanggil untuk menolong seorang teman sekantornya. Pada saat itu ia sedang mengalami masa sulit. Bahkan uang yang ada pun tidak cukup untuk membayar cicilan kredit motor dan memperpanjang sewa rumah. Tapi pada saat yang sama teman sekantornya mengalami masalah dan butuh bantuan. Ia dengan segera memberikan sisa uang yang ada. "Satu hal yang saya percaya, Tuhan tidak akan pernah membiarkan kita susah karena menolong orang lain." katanya mantap. Hanya berselang satu hari, istrinya mendadak memperoleh bonus di kantor yang lebih dari cukup untuk dipakai melunasi cicilan dan membayar sewa rumah. "Tuhan selalu menepati janji, saya tidak perlu ragu dalam hidup maupun menolong orang lain karena Dia pasti jaga saya dan keluarga." katanya lagi. Ini sebuah kesaksian bahwa janji Tuhan bukanlah hanya pepesan kosong, sekaligus bisa menjadi bukti bahwa bukan soal jumlah harta yang menentukan kerelaan kita untuk memberi, tetapi itu semua tergantung dari kondisi dan sikap hati, apakah memiliki kasih di dalamnya atau tidak.

Hari ini mari kita lihat jemaat Makedonia dahulu kala di jaman Paulus. Kepada jemaat Korintus, Paulus bersaksi mengenai bagaimana pertumbuhan kasih karunia yang terjadi pada jemaat di Makedonia pada masa itu. Mungkin ada banyak orang yang beranggapan bahwa kewajiban memberi hanya berlaku apabila sedang berkelimpahan, tapi jemaat Makedonia menunjukkan sikap yang sama sekali berbeda. Mereka bukanlah jemaat yang kaya raya. Mereka justru dikatakan sebagai jemaat yang sedang bergumul dalam berbagai penderitaan dan hidup dalam kemiskinan. Tapi itu semua ternyata tidak menghalangi mereka untuk tetap memberi dengan penuh sukacita. Paulus pun kemudian bersaksi atas mereka. "Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan." (2 Korintus 8:2). Mereka miskin materi, tapi kaya raya dalam kemurahan. Sekali lagi kita melihat contoh luar biasa dalam hal kemurahan hati lewat jemaat Makedonia yang sama sekali jauh dari kemakmuran secara materi.

Dalam kesempatan lain kita juga  bisa belajar dari bagaimana cara hidup jemaat mula-mula yang dicatat dalam kitab Kisah Para Rasul. "Dan semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing." (Kisah Para Rasul 2:44-45). Tidak dikatakan bahwa yang kekayaannya luar biasa melimpah yang membantu, tapi mereka secara kolektif saling berbagi sesuai kemampuan masing-masing. Ada yang kaya, ada yang cukup, berapapun yang ada pada mereka, semua mereka pergunakan untuk kepentingan bersama dalam kebersatuan yang begitu indah. Hal ini kembali disinggung dalam pasal 4. "Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorangpun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama." (4:32). Kembali kita melihat disini bahwa tidak ada batasan kaya untuk memberi, dan kita bisa melihat bagaimana Tuhan memberkati jemaat mula-mula ini dalam banyak hal. "...Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan." (2:47). Bukan saja mereka disukai orang, tapi Tuhan pun memberkati mereka dengan menambahkan jiwa-jiwa untuk diselamatkan.

Firman Tuhan berkata: "Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan." (2 Korintus 9:8). Dalam versi BIS nya dikatakan: "Allah berkuasa memberi kepada kalian berkat yang melimpah ruah, supaya kalian selalu mempunyai apa yang kalian butuhkan; bahkan kalian akan berkelebihan untuk berbuat baik dan beramal." Lihatlah bahwa Tuhan selalu rindu untuk mengucurkan berkat kepada kita, tetapi kita harus tahu untuk apa sebenarnya berkat itu diberikan kepada kita. Dan Petrus mengatakan: "...hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat..." (1 Petrus 3:9). Itulah hakekatnya mengapa kita diberkati, yaitu untuk memberkati orang lain. Banyak sedikit uang yang dimilikinya bukanlah menjadi ukuran, tetapi kerelaan hatinya dalam memberi atas dasar belas kasih, itulah yang seharusnya menggerakkan kita untuk berbuat baik dan beramal. Ini sesuai dengan bunyi Firman Tuhan bahwa kita diminta untuk memberi "menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan." Mengapa? "Sebab Tuhan mengasihi orang yang memberi dengan sukacita." Ini bisa kita baca dalam 2 Korintus 9:7. Artinya, besar kecilnya pemberian kita, dalam bentuk apapun, berapapun yang kita punya saat ini, selama kita memberi dengan kerelaan dan sukacita, maka Tuhan akan menghargai itu dengan sangat besar.

Anda merasa tidak punya sumber cukup untuk diberikan? Anda merasa kemampuan anda terbatas dan anda merasa tidak ada yang istimewa dengan kemampuan anda itu? Berhentilah berpikir seperti itu, karena itu  tidak akan pernah cukup menjadi alasan untuk tidak memberi. Sesungguhnya jika kita mau melihat atau memeriksa kembali apa yang kita punya, Tuhan sudah melengkapi kita untuk melakukan setiap perbuatan baik. (2 Timotius 3:17). Artinya kita tinggal memiliki sebentuk hati yang penuh kasih, yang rindu untuk menolong orang lain, siapapun mereka. Selebihnya Tuhan sendiri yang akan sediakan. Mari luangkan waktu untuk meresapi ayat berikut: "Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati." (Lukas 6:36). Kita tidak akan pernah kekurangan setelah memberi dengan kerelaan hati dan sukacita, Tuhan justru akan terus melipat gandakan agar selain kita mampu mencukupi kebutuhan kita, tetapi terlebih pula agar kita mampu memberkati orang lain lebih dan lebih lagi. Kita diberkati untuk memberkati, kita diberi untuk memberi. Hati yang bersukacita dalam memberi tidak akan memandang kekurangan atau keterbatasan diri sendiri, tetapi mampu melihat dengan penuh rasa syukur bagaimana Tuhan selama ini telah memberkati kita.

Jadilah orang murah hati seperti Bapa adalah murah hati

Ikat Pinggang Dan Pelita

Lukas 12:35
=====================
"Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala."

Bumi gonjang-ganjing.. itu semakin lama semakin kerap kita jumpai bahkan alami. Dunia makin tua dan semakin rentan terhadap goncangan. Musibah, krisis dan berbagai kesulitan lainnya ternyata tidak membuat orang berbalik dari jalan-jalan yang salah tetapi malah semakin jauh tersesat dalam berbagai kegelapan. Banyak orang yang percaya bahwa akhir zaman sudah sedemikian dekat, sehingga seharusnya kita sadar untuk tidak lagi buang-buang waktu untuk mempersiapkan kelayakan diri kita dalam menerima kekekalan yang indah daripadaNya. Seberapa jauh kita sadar akan hal itu? Sesiap apa kita saat ini?

Ini saatnya kita mengimani baik-baik apa yang diperingatkan Tuhan Yesus dalam Lukas 12:35-48. Bacalah seluruh bagian perikop yang berbicara tentang pentingnya untuk meningkatkan kewaspadaan yang tertulis disana. Tuhan Yesus berkata: "Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala." (Lukas 12:35). Ikat pinggang yang tetap berikat menggambarkan  kesetiaan dan ketaatan dalam setiap sisi kehidupan kita, laksana seorang perwira yang akan selalu patuh kepada komandannya. Ikat pinggang juga merupakan tempat pedang melekat, seperti yang digambarkan dalam 2 Samuel 20:8. Berbicara tentang peddang, kita diingatkan untuk selalu siap berjaga-jaga mengenakan ikat pinggang untuk menopang pedang Roh, yaitu firman Allah. (Efesus 6:17). Lebih jauh lagi, dalam Yesaya ikat pinggang digambarkan sebagai sebuah atribut kekuasaan. (Yesaya 22:21). Bukankah kepada kita telah diberikan berbagai kuasa, seperti untuk mengalahkan keinginan daging, mengusir setan, menyembuhkan orang sakit dan sebagainya? Bahkan dikatakan bahwa "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya.". (Yakobus 5:16).

Pelita yang harus tetap dijaga menyala berbicara tentang kesiapan kita untuk terus memastikan roh kita tetap menyala dengan baik untuk melakukan semua seperti yang dikehendaki Tuhan hingga kedatangan Tuhan Yesus untuk kedua kalinya. Amsal menyatakan "Roh manusia adalah pelita TUHAN, yang menyelidiki seluruh lubuk hatinya." (Amsal 20:27). Dan Paulus mengingatkan "Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." (Roma 12:11). Pelita juga terkait dengan hal terang yang mampu menyinari kegelapan. Kita selalu diminta untuk mampu menjadi terang, menjadi anak-anak terang. Seperti ikat pinggang, kita pun harus selalu sedia dengan pelita yang bernyala, karena pelita yang padam akan membawa kita dalam kebinasaan dalam murkanya. "Betapa sering pelita orang fasik dipadamkan, kebinasaan menimpa mereka, dan kesakitan dibagikan Allah kepada mereka dalam murka-Nya!" (Ayub 21:17).

Menjelang akhir jaman yang semakin dekat, kita semua diingatkan untuk selalu bersiap, berjaga-jaga dengan atribut lengkap ikat pinggang dan pelita yang bernyala. Firman Tuhan sudah mengingatkan: "Hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu sangkakan." (Lukas 12:40). Kepada yang berjaga-jaga dengan giat, Yesus berkata: "Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang." (ay 43). Karena itu penting bagi kita untuk memastikan sejauh mana kesiapan kita menuju kesana, dan firman Tuhan telah mengingatkan kita untuk terus menerus berjaga kapan saja. Jangan melenceng ke kiri dan ke kanan, jangan lagi memberi toleransi terhadap dosa, karena tidak satupun dari kita yang tahu kapan sesungguhnya waktu itu akan datang.

Kita juga perlu membaca kitab 1 Tesalonika 5:1-11 mengenai nasehat untuk berjaga-jaga. Disana kita diingatkan kembali mengenai hari Tuhan yang akan datang seperti pencuri di malam hari (ay 2). Jika kita terlena dan terus hidup dalam kegelapan, keteledoran itu akan membawa konsekuensi yang membinasakan. "Apabila mereka mengatakan: Semuanya damai dan aman--maka tiba-tiba mereka ditimpa oleh kebinasaan, seperti seorang perempuan yang hamil ditimpa oleh sakit bersalin--mereka pasti tidak akan luput." (ay 3). Lantas apa yang terjadi bagi kita yang sudah hidup dalam terang? "Tetapi kamu, saudara-saudara, kamu tidak hidup di dalam kegelapan, sehingga hari itu tiba-tiba mendatangi kamu seperti pencuri, karena kamu semua adalah anak-anak terang dan anak-anak siang. Kita bukanlah orang-orang malam atau orang-orang kegelapan." (ay 4-5). Oleh karena itulah kita diingatkan agar jangan terlena, tertidur dan bermalas-malasan seperti yang dilakukan oleh sebagian orang, tetapi hendaklah kita selalu berjaga-jaga dan sadar. (ay 6). Semua ini penting agar kita semua tidak luput dari janji Tuhan. Berjaga-jagalah selalu sebab waktunya sudah sangat singkat. "Saudara-saudara, inilah yang kumaksudkan, yaitu: waktu telah singkat!" (1 Korintus 7:29a)

Beberapa hari yang lalu saya sudah menuliskan beberapa renungan mengenai peran orang percaya dalam keselamatan bangsa, termasuk di dalamnya lewat doa-doa kita. Berdoalah agar Tuhan mencurahkan belas kasihNya atas bangsa ini. Semua itu tidak bisa kita lakukan apabila kita sendiri masih belum membereskan diri kita. Bagaimana kita bisa berperan aktif bagi keselamatan bangsa apabila kita sendiri masih belum siap? Faktanya Tuhan selalu meminta kita untuk berjaga-jaga kapan saja. Waktu memang sudah singkat. Kita harus bisa berfungsi benar sebagai bagian dari tubuh Kristus yang selalu mendoakan dan memberkati kota dan negara kita, dan tentu saja memastikan bahwa diri kita sudah berjaga-jaga dengan baik agar kita tidak luput dari keselamatan yang dijanjikan Tuhan. Teruslah berjaga-jaga dengan mengenakan ikat pinggang dan pelita yang tetap menyala, sehingga ketika hari Tuhan itu datang, kapanpun itu, kita akan kedapatan tengah melakukan tugas kita dengan penuh kesiapan dan memperoleh hasil yang baik karenanya.

Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar (1 Tesalonika 5:6)

Hubungan Antara Diberi Dan Memberi

1 Petrus 3:9
====================
"...hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat..."

Berapa uang yang kita keluarkan ketika kita hang out atau have fun bersama kekasih, pasangan atau teman-teman? Untuk ukuran hari ini, mungkin angka seratus ribu rupiah terbilang kecil untuk itu. Nonton, lalu duduk di cafe atau restoran, kemudian belanja sedikit, lihat-lihat butik dimana terkadang ada yang membeli sesuatu karena takut malu jika tidak membeli apa-apa, itu bisa menghabiskan total uang yang jumlahnya bisa cukup besar. Kita berpikir bahwa itu toh hasil jerih payah kita, terserah kita dong bagaimana kita mau memakainya. Benar, itu adalah hasil keringat kita. Tapi terpikirkah oleh kita bahwa ada campur tangan Tuhan dalam keberhasilan itu? Jika ya, pernahkah kita berpikir apa sebenarnya suara hati Tuhan atau keinginanNya terhadap kita untuk mempergunakan berkatNya?

Kenyataannya banyak dari kita yang tidak kunjung juga menyadari hal itu. Kita malah tidak tahu untuk apa kita diberkati. Selain menjalani hidup dalam kemewahan, ada banyak pula yang cenderung terus menumpuk harta untuk diri sendiri. Semakin diberkati malah semakin pelit. Semakin banyak yang dimiliki, semakin banyak yang dirasa belum punya. Untuk berfoya-foya kita tidak merasa pelit, tapi melebihkan sedikit untuk tukang kebun, petugas parkir, tukang atau buruh dan sebagainya beratnya bukan main. Padahal mereka seringkali mengeluarkan tenaga yang jauh lebih besar ketimbang orang-orang yang dengan mudah kita beri tip besar ketika berada di tempat mewah. Berkat membuat kita bukannya semakin terpanggil untuk memberkati orang lain, tetapi justru semakin pelit dalam memberi. Apakah cukup karena kita kerja keras maka semua itu mutlak menjadi hak milik kita dan kita tidak perlu tahu apa yang menjadi keinginan Tuhan kemana berkat itu harus kita pergunakan?

Alkitab menyatakan dengan jelas bahwa ada hubungan sebab akibat dalam hal diberi dan memberi. Alkitab jelas berkata bahwa kita diberi untuk memberi. Kita diberkati untuk memberkati. Kita bekerja keras untuk mencukupi nafkah hidup kita dan keluarga, itu benar, tapi bukan itu saja. Ada pesan Tuhan yang penting pula agar kita memberi, menolong orang-orang lain yang tengah kesusahan. Dan sesungguhnya, untuk itulah kita diberi. Perhatikan kata Petrus berikut ini: "...hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat..." (1 Petrus 3:9). Apabila kita memperoleh berkat tetapi tidak mau memberkati, maka itu artinya kita tidak menghargai berkatNya dan mengabaikan panggilan Tuhan atas berkat yang Dia beri kepada kita.

Selanjutnya kita bisa melihat bagaimana cara Paulus dalam menyampaikan pesan yang sama. Sebuah perikop penting dari surat rasul Paulus menjabarkan lebih lanjut mengenai ini. "Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga. Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita."(2 Korintus 9:6-7). Paulus tidak berhenti sampai disitu. Ia lebih jauh menjelaskan bahwa Tuhan sanggup melimpahkan segala kasih karuniaNya bahkan hingga berkelebihan, dan ini semua bukan untuk memperkaya diri, menyombongkan diri dan dinikmati sendiri dengan serakah, melainkan untuk beramal, memberkati orang lain. "Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan." (ay 8). Dalam versi BIS dikatakan "Allah berkuasa memberi kepada kalian berkat yang melimpah ruah, supaya kalian selalu mempunyai apa yang kalian butuhkan; bahkan kalian akan berkelebihan untuk berbuat baik dan beramal."  Tuhan berkuasa memutuskan untuk melimpahi kita dengan berkat, tetapi penting bagi kita untuk mengetahui untuk apa itu diberikan. Selain agar kita mampu memiliki apa yang kita butuhkan dalam hidup, tetapi terlebih pula itu ditujukan agar kita punya sesuatu untuk BERBUAT BAIK dan BERAMAL. Paulus ternyata menegaskan juga tentang hakekatnya mengapa kita diberkati, dan itu sama seperti apa yang dikatakan Petrus dalam kesempatan lain seperti yang bisa kita baca di atas. Tuhan bisa melimpahkan kita dengan berkatNya yang dikatakan bisa sampai melimpah ruah, tapi itu bukan untuk ditimbun atau dihamburkan sia-sia, melainkan untuk berbuat baik dan beramal.

Ingatlah bahwa berkat-berkat yang kita peroleh adalah titipan Tuhan, yang harus kita pakai untuk memberkati sesama kita, untuk menyatakan kemuliaan Tuhan. Apakah itu berkat kekayaan, berkat kesehatan, talenta-talenta yang kita miliki, semua itu hendaklah kita pergunakan untuk menjadi berkat buat orang lain. Apapun yang kita lakukan buat membantu orang lain bernilai sangat tinggi bagi Tuhan. Demikian firman Tuhan: "Maka Ia akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku." (Matius 25:45). Kita harus mengerti bahwa kekayaan yang ada pada kita sebenarnya merupakan titipan Tuhan. Karena itu kita harus mempergunakannya untuk sesama kita, siapapun mereka, apapun latar belakangnya, dimana Tuhan dimuliakan disana. "Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." (Kisah Para Rasul 20:35). Perhatikan, semakin dalam kita masuk ke dalam hadiratNya, semakin dekat kita pada Tuhan, maka prinsip kebahagiaan pun berubah. Jika dulu kita berbahagia ketika kita diberi, maka kini kita akan jauh lebih berbahagia ketika bisa memberi kontribusi kepada orang lain. Kita akan merasa sangat bahagia ketika bisa membahagiakan orang lain. Itu jauh lebih membahagiakan dibandingkan ketika kita memperoleh sesuatu. Kita memperoleh berkat adalah agar kita bisa memberkati orang lain lewat segala yang kita miliki. Singkatnya, kita diberkati untuk memberkati.

Rugikah jika kita banyak memberi? Percayalah, kita tidak akan pernah kekurangan dan menjadi susah karena itu. Jika kita memberi dengan hati yang tulus semata-mata karena mengasihi Tuhan dan sesama, kita tidak akan menjadi berkekuangan, malah akan semakin banyak lagi menerima berkat. Itu sejalan dengan ayat dalam Amsal berikut ini: "Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan." (Amsal 11:24). Pelit, tamak atau serakah dan sejenisnya tidak akan pernah membawa hasil apa-apa selain kerugian buat diri kita sendiri. Kita harus tahu untuk apa Tuhan memberkati kita, dan kita harus memiliki kerinduan untuk melakukannya. Kita harus menyadari bahwa kita harus mulai melakukan sesuatu, bekerja keras agar kelak mampu membantu sesama, menjadi terang dan garam yang mampu menyampaikan kasih Allah kepada orang lain. Kita harus tahu mengapa kita diberkati dan kemana kita seharusnya mempergunakannya. So, let's work hard, and when God gives you His blessings, use it to help others. Mulailah memberi, maka Tuhan akan terus mencurahkan berkatNya memenuhi lumbung-lumbung anda agar anda bisa memberkati lebih banyak lagi

Kita diberi untuk memberi, kita diberkati untuk memberkati

Terus Belajar

Titus 3:14
================
"Dan biarlah orang-orang kita juga belajar melakukan pekerjaan yang baik untuk dapat memenuhi keperluan hidup yang pokok, supaya hidup mereka jangan tidak berbuah."

Seorang pianis senior yang saya kenal dekat menceritakan bagaimana prosesnya berlatih menjadi hebat. Ia mulai menyentuh piano di usia 6 tahun. 7 tahun setelahnya ia berguru kepada seorang maestro besar di Surabaya, dan kemudian melanjutkan pendidikannya ke luar negeri. Di salah satu sekolah musik paling ternama di dunia itu ia hanya membutuhkan waktu 2 tahun untuk meraih gelar sarjana musiknya. Kemudian ia kembali ke tanah air dan aktif sebagai pengajar. Disela-sela kegiatan mengajarnya ia pun masih menyempatkan diri untuk tampil di berbagai pentas. Sudah sehebat itu, kita tentu berpikir bahwa ia rasanya tidak lagi perlu untuk belajar. Tapi ternyata hingga hari ini pun ia masih rajin berlatih. Bukan saja agar jari-jarinya tidak menjadi kaku di atas tuts piano, tetapi juga terus belajar hal-hal baru. Ia bahkan belajar menggunakan alat-alat musik lainnya. "Ilmu itu kalau tidak diupdate akan membuat semua talenta dan usaha selama ini menjadi sia-sia." katanya ringan. Apa yang ia katakan itu benar. Sehebat apapun kita saat ini, kita harus terus mengupdate ilmu dan kemampuan kita di bidang apapun kita berada saat ini. Life is a learning process, dan kalau kita berhenti belajar, itu artinya hidup pun berhenti sampai disitu.

Mulai dari bayi kita sudah mengalami proses pembelajaran. Diawali dengan belajar merangkak, belajar duduk, kemudian belajar bicara. Lalu masuk playground, taman kanak-kanak, SD, SMP, SMA, kuliah, lalu ada yang melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Ditengah-tengah proses pendidikan formal kita pun belajar banyak hal lagi, seperti tata krama, sopan santun dan tentu saja terus belajar untuk lebih mengenal hati Bapa lewat Firman-FirmanNya. Semakin banyak ilmu yang kita miliki, semakin banyak yang kita ketahui, semakin besar pula kesempatan kita untuk sukses, tentu saja jika kita tidak menyia-nyiakannya dan mempergunakannya dengan baik, untuk melakukan hal-hal yang baik.

Sangatlah menarik ketika melihat ayat yang saya ambil sebagai bahan renungan hari ini. Dalam suratnya kepada Titus Paulus mengatakan: "Dan biarlah orang-orang kita juga belajar melakukan pekerjaan yang baik untuk dapat memenuhi keperluan hidup yang pokok, supaya hidup mereka jangan tidak berbuah." (Titus 3:14). Ayat ini mengingatkan kita untuk belajar melakukan pekerjaan yang baik, dan untuk melakukan pekerjaan yang baik itu kita perlu terus belajar. Seperti layaknya segala sesuatu dalam hidup butuh proses, kita pun perlu melatih diri kita agar bisa semakin terbiasa untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik. We have to learn to apply ourselves to good deeds. Itu adalah sesuatu yang butuh dilatih dan dipelajari, butuh proses dan membutuhkan waktu secara kontinu. Dan Titus mengatakan bahwa itulah yang membuat kita bisa berbuah. Sebaliknya unculvitated and unfruitful life pun menjadi bagian dari orang-orang yang mengabaikan pentingnya hal tersebut.

Dalam beribadah pun diperlukan latihan. Kita tidak bisa malas-malasan dan menunggu sampai Tuhan langsung menyulap roh kita untuk menjadi roh yang taat dalam sekejap mata dengan instan. Tuhan bisa melakukan itu, tapi itu tidak mendidik, sehingga cara demikian bukanlah cara yang disukai Tuhan. Melalui serangkaian peristiwa, kejadian, nasihat atau teguran orang lain dan sebagainya, baik yang indah maupun lewat penderitaan dan kesulitan, Tuhan siap memberi pelajaran bagi kita untuk lebih dekat lagi kepadaNya. Inilah yang dikatakan Paulus lewat suratnya kepada Timotius. "Latihlah dirimu beribadah." (1 Timotius 4:7b). Train yourself toward godliness. keep yourself spiritually fit. Training dan fit, itu terdengar seperti latihan kebugaran alias olah raga, dan memang seperti itulah adanya. Jika sebuah latihan fisik yang  penting untuk menjaga kebugaran kita membutuhkan sebuah proses yang tidak singkat, apalagi sebuah ibadah yang akan berguna jauh lebih banyak. Seperti itulah kata Paulus selanjutnya. "Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang." (ay 8).

Lantas perhatikan pula bagaimana Tuhan memerintahkan bangsa Israel untuk mengajarkan firman Tuhan kepada keturunan mereka secara terus menerus dan berkesinambungan. "Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun." (Ulangan 6:6-7). Berulang-ulang itu berbicara mengenai sebuah proses yang berkesinambungan. Apabila untuk kita yang sudah dewasa saja belajar masih merupakan hal yang sangat penting, apalagi buat anak-anak kita di masa pertumbuhan mereka. Dunia yang mereka huni sekarang bukanlah sebuah dunia yang mudah dan selalu bersahabat. Ada kalanya dunia ini kejam dan ada kalanya pula terdapat banyak jebakan di dalamnya. Bahkan kita sering merasa bahwa semakin lama dunia ini semakin dingin, kaku dan tidak bersahabat. Kejahatan dan penyesatan ada dimana-mana. Jika anak-anak kita tidak mengetahui apa-apa tentang kebenaran, setiap saat mereka bisa terjerumus ke dalam kebinasaan bahkan sejak masa kecilnya. Oleh karenanya kita harus mampu terus menanamkan firman Tuhan secara terus-menerus kepada mereka, baik lewat pengajaran maupun contoh keteladanan. Semua ini akan menjadi bekal yang sangat berharga buat mereka. Tapi itu tidak bisa kita lakukan hanya dalam sekejap saja. Dan jangan lupa, semuanya harus melalui serangkaian proses yang dilakukan secara kontinu.

Bagi pianis senior di atas, belajar merupakan sebuah proses yang membuat hidup menjadi menarik. Menjalani proses memang seringkali tidak mudah. Ada kalanya kita mengalami kesulitan dalam prosesnya, bahkan ada saat-saat dimana kita harus rela mengalami penderitaan. Ada kalanya kita harus berjuang melawan rasa malas, jenuh atau sejenisnya. Tapi itulah bagian dari kehidupan yang harus kita sikapi dengan proses. Tetaplah berpegang teguh kepada Tuhan, tetaplah berusaha, tetaplah belajar dan jangan lupa tetaplah penuhi diri kita dengan ucapan syukur. Firman Tuhan berkata "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:6). Di balik kelemahan dan keterbatasan kita sebagi manusia, Tuhan akan selalu memberi kelegaan dan kekuatan atas kita. Jika demikian, apa yang harus kita lakukan adalah terus bertekun melatih diri dan terus belajar untuk semakin mengenal, mengerti dan melakukan Firman Tuhan secara lebih mendalam lagi. Tuhan selalu mendorong semua anak-anakNya untuk terus belajar mengenai hal-hal yang bisa meningkatkan kualitas hidup di dunia, tapi juga terutama belajar untuk mengenalNya lebih lagi dan mengetahui apa yang menjadi rencana dan kehendakNya dalam kehidupan kita. Yesus mengingatkan kita untuk terus menyempurnakan diri hingga bisa menyerupai kesempurnaan Bapa. "Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna." (Matius 5:48). Dan hal ini tidak akan bisa kita capai hanya dalam sekejap mata saja. Karenanya marilah kita terus tekun dalam belajar. Berbuat baik pun merupakan sesuatu yang harus dilatih. Masih ada banyak yang belum kita ketahui. Teruslah upgrade diri kita dalam segala hal kalau kita mau terus mengalami pertumbuhan baik dalam pengetahuan, keahlian maupun iman.

Life is a learning process. When you stop learning, life stops right there