Ibrani 12:12-13
========================
"Sebab itu kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang goyah; dan
luruskanlah jalan bagi kakimu, sehingga yang pincang jangan terpelecok,
tetapi menjadi sembuh."
Sebuah
acara tentang singa di televisi menunjukkan adegan ketika mereka
memburu sekumpulan kerbau liar untuk dimangsa. Sergapan mendadak di
tengah kegelapan malam membuat kerbau-kerbau itu panik dan berlarian
kocar-kacir. Ada satu kerbau yang akhirnya berakhir menjadi santapan
sang singa betina, dan naratornya mengatakan bahwa kerbau malang itu
adalah kerbau yang terlemah. Di adegan memang jelas terlihat bahwa si
korban kebingungan mau lari kemana, mungkin termakan oleh rasa paniknya
sendiri. Narator film dokumenter itu pun kemudian meneruskan bahwa dalam
melakukan sergapan, singa mampu dengan cepat melihat mangsa yang
terlemah diantara kumpulan itu sehingga mereka tidak akan kehilangan
mangsanya.
Dalam ilmu peperangan diajarkan untuk menyerang titik terlemah terlebih
dahulu jika ingin menang. Dalam pertandingan olah raga seperti tinju,
bela diri, gulat dan sebagainya pun hal yang sama tetap berlaku.
Lihatlah bagaimana strategi seorang petinju untuk mencari titik lemah
lawannya lalu fokus terhadap kelemahan itu untuk bisa keluar sebagai
pemenang. Sebuah kelemahan memang sangatlah rawan, bahkan berbahaya
karena akan menjadi bulan-bulanan lawan agar bisa memukul jatuh. Sadar
atau tidak, kita seringkali membiarkan titik-titik lemah ini terus
berada dalam diri kita. Sepanjang perjalanan hidup saya hingga hari ini
saya bertemu dengan beberapa orang yang menjadi lemah akibat luka masa
lalu mereka. Luka yang masih belum sembuh ternyata membawa pengaruh
buruk bagi kehidupan mereka. Kehilangan jati diri, kehilangan harga
diri, merasa diri tidak berharga, sehingga mereka gampang dipermainkan
dan dimanfaatkan orang lain. Ironisnya, banyak diantara mereka yang
merasa tidak sanggup melepaskan diri dari orang-orang yang terus
menyakiti mereka dan terus menjadi bulan-bulanan. Tidak hanya luka masa
lalu, namun berbagai permasalahan dalam hidup yang bertubi-tubi pun bisa
membuat tubuh, hati dan jiwa kita. Bahkan ketika iman kita menjadi
merosot, roh kita pun akan melemah. Jika tidak hati-hati, hidup bisa
hancur bahkan membuat kita kehilangan kans untuk menerima janji Tuhan
tentang sebuah kehidupan yang kekal bersamaNya kelak.
Kita tidak boleh membiarkan kelemahan itu terus bercokol dan menekan
kita. Kita harus bisa bangkit dan berusaha mengatasi berbagai tekanan
hidup yang bisa jadi datangnya bertubi-tubi, juga harus mampu belajar
dari pelajaran pahit di masa lalu dan terus melangkah menatap ke depan.
Ada saatnya mungkin kita harus menerima konsekuensi atas kesalahan kita
sendiri, merasakan teguran dan didikan Tuhan yang bisa saja perih
rasanya. Penulis Ibrani mengatakan, "Sebab mereka (orang tua kita)
mendidik kita dalam waktu yang pendek sesuai dengan apa yang mereka
anggap baik, tetapi Dia menghajar kita untuk kebaikan kita, supaya kita
beroleh bagian dalam kekudusan-Nya." (Ibrani 12:10). Ketika kita
didisplinkan tentu tidak nyaman rasanya. Namun semua itu bertujuan baik
untuk mematangkan dan mendewasakan kita. "Memang tiap-tiap ganjaran
pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita.
Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai
kepada mereka yang dilatih olehnya." (ay 11). Selanjutnya Penulis Ibrani mengatakan:
"Sebab itu kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang goyah; dan
luruskanlah jalan bagi kakimu, sehingga yang pincang jangan terpelecok,
tetapi menjadi sembuh." (ay 12-13). Kita tidak boleh membiarkan
diri kita untuk menjadi lemah dan goyah agar kita bisa terus berjalan
lurus dalam kondisi baik dan tidak pincang. Sadarilah bahwa iblis akan
terus mencari kesempatan untuk merusak hati dan pikiran kita ketika kita
sedang dalam keadaan lemah. Bukan saja iblis, tapi orang-orang yang
jahat pun siap memanipulasi kita, memanfaatkan diri kita demi keuntungan
mereka apabila kita lemah. Karena itu kita tidak boleh membiarkan
kelemahan kita terus terekspos. Kita harus menggantikannya dengan
kekuatan dan ketegaran.
Selain merugikan diri kita sendiri, orang yang mudah menyerah dan
memilih untuk terus terperangkap dalam keadaan lemah dan pincang
tidaklah berkenan di hadapan Tuhan. "Tetapi orang-Ku yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya."
(Ibrani 10:38) Penulis Ibrani mengingatkan bahwa sebagai anak-anak
Tuhan, seharusnya kita ada dalam posisi yang penuh ketekunan dan
ketaatan sebagai orang-orang percaya sehingga beroleh keselamatan. (ay
39). Mungkin hingga saat ini kita tidak cukup kuat untuk melepaskan diri
baik dari belenggu masa lalu, berbagai kepahitan atau permasalahan.
Manusia memang terbatas, namun Yesus sanggup melakukan itu semua! Adalah
penting untuk memperkuat diri kita agar tidak mudah diserang. Dan
caranya adalah dengan memenuhi diri kita dengan Firman Tuhan secara
terus menerus. Rajin-rajinlah mendengar dan membaca firman Tuhan,
rajinlah berdoa, dekatkan diri kepada Tuhan, teruslah mengucap syukur
dan fokuskan pandangan senantiasa kepadaNya. Jadikan iman kita pada
Kristus sebagai pegangan hidup. Itu akan membuat kita tidak gampang
jatuh menjadi lemah dan mudah goyah. Secara singkat Daud menyebutkannya
demikian: "Aku senantiasa memandang kepada TUHAN; karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah."
(Mazmur 16:8). Seperti halnya satu atau dua bagian tubuh yang mengalami
masalah bisa menimbulkan kesulitan besar bagi kita, begitu pula ketika
tubuh, jiwa atau roh kita menjadi lemah. Iblis akan terus mengincar
titik-titik lemah kita sebagai pintu masuk untuk menghancurkan kita.
Begitu pula orang-orang yang punya niat buruk. Karenanya, tetaplah jaga
tubuh, jiwa dan roh kita agar tetap kuat. Jangan beri kesempatan kepada
yang jahat. Tetaplah berdiri tegar agar kita bisa terus melangkah dengan
benar hingga akhir.
Membiarkan diri dalam kondisi lemah berlarut-larut berarti membuka peluang bagi yang jahat untuk menghancurkan kita
Senin, 27 Mei 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar